Riset GBG: 56% Bisnis di Indonesia Jadi Korban Fraud Digital

marketeers article
Riset CBG: 56% Bisnis di Indonesia Jadi Korban Fraud Digital. (CBG)

Riset GBG menunjukkan bahwa 56% bisnis di Indonesia menjadi korban fraud digital, dengan fraud identitas sintetis sebagai salah satu jenis yang paling umum.

Teknik ini melibatkan pencampuran data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru hingga dapat merusak kredibilitas bisnis sekaligus membahayakan keamanan data pelanggan.

Perkembangan pesat ekonomi digital Indonesia diiringi oleh ancaman baru yang semakin kompleks, terutama dalam bentuk fraud keuangan.

Fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Bisnis harus beralih ke pendekatan yang lebih adaptif, dengan teknologi cerdas untuk mendeteksi ancaman lebih awal,” kata Bernardi Susastyo, GM Asia dan Fraud APAC di GBG seperti dikutip dalam siaran persnya, Selasa (19/11/2024).

BACA JUGA: Tekan Fraud di Industri Keuangan, Nodeflux Kenalkan Teknologi Face Recognition

Lebih lanjut, Fraud Typologies Whitepaper GBG mencatat peningkatan signifikan pada kejahatan seperti pencurian identitas, fraud sintetis, dan serangan social engineering.

Aktivitas ini tidak hanya membahayakan bisnis, tetapi juga merugikan konsumen dan ekonomi secara keseluruhan.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, kasus pencurian identitas meningkat 25%, dengan kerugian finansial melebihi Rp 500 miliar. Para pelaku semakin canggih, memanfaatkan teknologi seperti AI dan deepfake untuk mengeksploitasi celah keamanan.

BACA JUGA: Online Fraud Prevention, Strategi Cegah dan Deteksi Penipuan Online

Untuk mengatasi tantangan ini, GBG mengusulkan tiga langkah utama. Pertama, meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan teknologi AI dan machine learning untuk mendeteksi pola perilaku yang mencurigakan.

Kedua, memberikan edukasi kepada karyawan tentang ancaman social engineering, seperti phishing dan smishing, yang telah memengaruhi 67% bisnis pada tahun sebelumnya.

Ketiga, menerapkan pemantauan fraud secara berkelanjutan agar aktivitas mencurigakan dapat ditangkap sejak dini. “Pencegahan fraud bukan lagi solusi satu ukuran untuk semua,” ujar Bernardi.

Keamanan digital kini menjadi prioritas yang tidak bisa diabaikan. Dalam era yang semakin mengandalkan teknologi, kemampuan bisnis untuk beradaptasi dan menggunakan sistem pencegahan fraud berbasis AI akan menjadi penentu utama keberlanjutan.

Whitepaper kami menjelaskan taktik spesifik yang sering terjadi di Indonesia dan Asia, serta memberikan panduan untuk bisnis agar dapat melindungi data dan reputasinya secara efektif,” tuturnya.

Langkah proaktif tidak hanya melindungi aset perusahaan, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan, yang menjadi fondasi penting di tengah kompetisi pasar yang semakin ketat.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS