Riset: Konsumen Indonesia Cenderung Acuh Pada Data Pribadi

marketeers article

Konsumen terhubung di Indonesia jauh lebih percaya dalam melakukan kegiatan online dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Pasifik. Inilah salah satu kesimpulan dari riset Connected Life terbaru dari Kantar TNS yang dikirimkan ke redaksi Marketeers.

Konsumen Indonesia, menurut riset tersebut, juga dinilai kurang skeptis terhadap konten yang mereka lihat dan lebih mudah menerima brand secara online. Brand harus terus membangun kepercayaan ini melalui interaksi yang tepat, jika tidak ingin ada risiko hadirnya keraguan dan ketidakpercayaan.

Kantar TNS mensurvei 70.000 orang di 56 negara dan melakukan 104 wawancara mendalam sebagai bagian dari riset Connected Life 2017. Riset tersebut mencari tahu mengenai kepercayaan konsumen terhadap brand yang berkaitan dengan empat tema, yaitu teknologi, konten, data, dan e-commerce.

Hasil riset menunjukkan bahwa optimisme akan konektivitas masih tinggi di Indonesia. Namun, yang menarik untuk diperhatikan, hanya 22% konsumen Indonesia yang memiliki kepedulian tentang data pribadi mereka yang dimiliki oleh brand, dibandingkan dengan konsumen global sebanyak 43% dan yang paling besar adalah konsumen Korea sebanyak 59%. Terlebih, hanya 15% dari konsumen Indonesia yang tidak setuju dengan perangkat terhubung yang memantau aktivitas online mereka jika hal itu membuat hidup mereka lebih mudah, dibanding konsumen Korea sebanyak 56% dan konsumen Hong Kong sebanyak 54%.

Konsumen Indonesia belum menyadari risiko dari gaya hidup serba terhubung yang membuat konsumen di negara lain menjadi skeptis terhadap cara perusahaan menggunakan data pribadi mereka.

Konsumen Indonesia tidak hanya lebih acuh terhadap data pribadi mereka, tetapi juga lebih mudah menerima konten online. Di era “berita bohong”, di mana hanya satu dari tiga (35%) orang di dunia yang menganggap konten yang mereka lihat dapat dipercaya, 61% konsumen Indonesia dengan senang hati mempercayai informasi yang mereka peroleh.

Selain itu, media sosial tetap menjadi sarana bagi brand untuk menyuarakan pesan mereka, yang secara umum terlihat memiliki relevansi, terlebih jika brand tersebut menunjukkan pemahaman tentang budaya dan perilaku lokal.

Sikap ini menunjukkan bagaimana persepsi konsumen Indonesia terhadap brand, di mana hampir separuh (47%) mempercayai brand besar global. Tingkat kepercayaan sangat bervariasi di antara negara berkembang dan maju di Asia. Di Vietnam dan Myanmar, lebih dari separuh konsumen (54% di masing-masing negara) mempercayai brand besar global, tapi kepercayaan konsumen turun secara signifikan di negara maju seperti Hong Kong dan Korea yang mana hanya 30% dan 31% yang mempercayai brand besar global.

Brand di Indonesia masih menikmati masa jaya dengan konsumen. Meningkatnya konektivitas menghubungkan antara brand dengan kelompok yang baru. Bagi banyak konsumen, interaksi tersebut masih baru dan menarik, dan konsumen dapat menikmati nilai yang diperoleh dari interaksi tersebut,” ujar Suresh Subramanian, Managing Director Kantar TNS Indonesia.

Suresh menambahkan, sangat penting bagi brand di Indonesia untuk tidak menyalahgunakan kepercayaan konsumen, dan fokus untuk menjadikan setiap interaksi berharga dan menguntungkan bagi konsumen.

Gaya hidup yang selalu terkoneksi (mobile) di Indonesia menjadikan konsumen terhubung tertarik akan bentuk interaksi yang baru dengan brand – 45% konsumen merasa cukup senang berinteraksi melalui chatbots online, dengan hanya 17% konsumen yang menginginkan brand memiliki kehadiran offline. Kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan membuat customer service offline kadang sulit untuk diakses, sehingga customer service online disambut dengan baik. Penerimaan terhadap interaksi AI (artificial intelligence) ini jauh lebih tinggi daripada negara lain. Contohnya, di Korea, 37% konsumen menganggap brand perlu memiliki kehadiran offline untuk membuat mereka puas.

Namun, pandangan yang progresif terhadap interaksi digital ini tidak terlihat dalam pembayaran mobile. Hanya 18% konsumen Indonesia yang bersedia melakukan pembayaran melalui ponsel. Dengan besarnya populasi konsumen yang tidak memiliki akses ke layanan perbankan, pembayaran tunai dan peer-to-peer merajai Indonesia. Solusi inovatif dan kepercayaan terhadap sistem finansial dibutuhkan untuk mengatasi hambatan lokal dan menarik orang untuk menggunakan opsi pembayaran yang lebih modern ini.

Michael Nicholas, Global Lead Connected Solutions, Kantar TNS, mengatakan kepercayaan itu rapuh. Saat ini, sambung Nicholas, brand di negara-negara berkembang memiliki tingkat kepercayaan konsumen yang lebih tinggi daripada di negara maju, tetapi brand tidak boleh menyepelekannya. Untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan, brand harus memprioritaskan konsumen.

“Itu berarti mengerti keinginan mereka, memahami momen yang tepat untuk berinteraksi dengan mereka, menghargai waktu mereka yang berharga, serta bersikap lebih transparan tentang bagaimana dan kapan brand menggunakan data pribadi mereka. Yang paling penting adalah memprioritaskan konsumen – sesuatu yang sering dilupakan oleh para pemasar,” pungkas Nicholas.

Related

award
SPSAwArDS