Riset Liftoff: Pembelanja Online Indonesia Utamakan Kenyamanan

marketeers article
Girls Friendship Togetherness Online Shopping Concept

Liftoff, sebuah platform unggulan di bidang pemasaran dan penargetan ulang aplikasi seluler, merilis laporan tahunan ketiga merekA, Rabu (26/6/2019). Laporan ini  berisi  informasi tentang pertumbuhan pasar aplikasi seluler yang disusun melalui kerja sama dengan Adjust, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengukuran seluler (mobile measurement) dan pencegahan kecurangan (fraud prevention)

Laporan Aplikasi Belanja Seluler 2019 tersebut memaparkan analisis mendalam tentang perilaku berbelanja orang Indonesia melalui aplikasi seluler. Laporan menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kenyamanan dalam berbelanja dapat membantu mendorong pengguna untuk berbelanja melalui aplikasi tersebut. 

Riset tersebut, yang menghimpun data paling ekstensif saat ini, menganalisis lebih dari 90,9 miliar tayangan iklan, 13,6 juta instalasi, serta 3,9 juta pendaftaran dan pembelian yang terjadi antara April 2018 dan April 2019. Dengan cakupan riset yang menjangkau empat kawasan (Asia-Pasifik; Amerika Utara; Amerika Latin; serta Eropa, Timur Tengah, dan Afrika), laporan dari Liftoff menunjukkan bahwa pengguna aplikasi belanja semakin menyukai aktivitas berbelanja pada tahun ini, yang dianggap sebagai tahun kejayaan perdagangan seluler (mobile commerce) sejauh ini. 

Laporan dari Liftoff menunjukkan bahwa Indonesia merupakan sebuah pasar yang sangat menarik dalam hal akuisisi dan perilaku pengguna terhadap aplikasi belanja seluler. Hal ini dikarenakan tingginya ekspansi penggunaan internet serta pertumbuhan perdagangan daring (online commerce). Biaya yang dikeluarkan oleh pihak pemasar aplikasi untuk mendorong instalasi aplikasi adalah sebesar US$ 1,65, yang merupakan biaya terendah di antara lima negara yang dianalisis dalam laporan tersebut, yang mencakup Indonesia, Jerman, Jepang, Inggris, dan AS. Biaya ini lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendorong pengguna agar melakukan pembelian pertama dalam aplikasi belanja yang berkisar pada US$ 16,69. 

Namun demikian, rendahnya biaya-biaya tersebut hanya diimbangi dengan tingkat konversi yang juga rendah. Contohnya, tingkat instalasi-hingga-pembelian (install-to-purchase rate) di Indonesia hanya mencapai 9,9 persen, lebih rendah dari tingkat instalasi-hingga-pembelian sebesar 10,1 persen di kawasan Asia-Pasifik secara umum. 

Selain itu, laporan Liftoff juga menemukan bahwa konsumen e-commerce di Indonesia biasanya memakan waktu yang lama untuk bergerak dari instalasi ke pembelian, dengan rata-rata waktu mencapai satu hari, 19 jam, dan 31 menit. Liftoff memprediksikan bahwa tren tersebut akan cenderung mengalami peningkatan di masa depan karena berbagai aplikasi lokal seperti Go-Jek dinilai akan membuat aktivitas pembayaran dan belanja seluler semakin banyak dan populer. 

Hal lain yang menjadi perhatian bagi pihak pemasar dan pengusaha ritel adalah tingkat retensi aplikasi belanja di Indonesia yang berada di posisi paling akhir dibandingkan dengan negara- negara lain di kawasan Asia-Pasifik, dengan tingkat retensi sebesar 11 persen pada Hari Ke-1 dan turun drastis menjadi 4 persen pada Hari Ke-7. Alasan utama yang melatari penurunan yang drastis ini adalah rendahnya kurva pembelajaran (learning curve) konsumen, ketidaksabaran dalam memahami mekanisme penggunaan aplikasi, serta kegagalan dalam memahami nilai jangka panjang dari instalasi suatu aplikasi. 

Baik di Indonesia maupun di seluruh kawasan Asia-Pasifik, Liftoff menemukan bahwa pengguna cenderung terbuka dalam mengeksplorasi berbagai aplikasi belanja, dengan tingkat registrasi yang meningkat tajam serta biaya akuisisi yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Namun demikian, data menunjukkan adanya sebuah tren baru yang mengejutkan, yaitu mobile window shopping

Saat pengguna dengan mudahnya melakukan instalasi dan pendaftaran pada aplikasi, laporan gabungan Liftoff dan Adjust menyebutkan bahwa terdapat penurunan cukup besar yang terjadi pada fase pembelian, dengan biaya-per-pembelian-pertama (cost-per-first-purchase) di Asia- Pasifik yang mengalami kenaikan sebesar 13,3 persen menjadi USD31,26, diikuti dengan rendahnya tingkat konversi yang berada pada angka 10,1 persen. 

Faktor pendorong dari penurunan ini belum diketahui secara jelas, namun fenomena tersebut dapat mengindikasikan adanya tren berbelanja yang lebih besar, yaitu adanya permintaan terhadap adanya pengalaman berbelanja yang lebih ramah pengguna. Saat tingkat harga cenderung mendominasi keputusan konsumen dalam berbelanja, beragam faktor seperti adanya interaksi dengan penjual serta kekhawatiran akan kemampuan penjual dalam memenuhi pesanan juga dipandang penting oleh para pembelanja seluler. 

 

 

    Related