Tiga dari lima perempuan mengaku tidak dihargai saat kembali bekerja di industri teknologi. Hal ini tercermin dalam survei yang dilakukan Booking.com terhadap 6.898 responden sepanjang 2 Agustus hingga 6 September 2018.
Survei yang dilakukan di sejumlah negara, meliputi Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Brasil, Belanda, Jerman, China, Australia, India, dan Spanyol ini menunjukkan, responden yang sempat cuti panjang menilai cuti karier sebagai hal yang merugikan (63%). Hampir tiga dari empat (74%) percaya, industri ini perlu lebih aktif dalam mendukung perempuan yang kembali ke dunia kerja.
Namun, peningkatan returnship atau kembalinya perempuan ke dunia kerja membawa harapan positif, tidak hanya untuk sektor teknologi namun juga firma hukum, layanan profesional, dan sektor lain.
Sebanyak 70% perempuan yang kembali ke sektor teknologi percaya, program-program yang berfokus pada training, pembaruan atau penambahan keterampilan, dan mentorship memegang peranan penting dalam menghadapi tantangan-tantangan saat kembali bekerja. Mereka yang kembali ke dunia kerja ingin merasa berdaya dan membangun dari pengalaman sebelumnya, ketimbang memulai dari awal.
Meski hanya dua dari lima perempuan yang kembali bekerja menganggap peluang untuk menambah keterampilan itu penting demi kesuksesan di sektor teknologi (41%), mereka juga setuju bahwa returnship memberi kepercayaan diri dalam mengatasi masalah saat kembali bekerja (70%).
“Riset kami menunjukkan, para pelaku industri teknologi harus terus bekerja sama lebih erat untuk menyamakan strategi yang bisa mendorong perempuan untuk mengejar karier di industri ini. Perempuan membawa nilai yang begitu besar dan bisa memberi dampak positif terhadap perusahaan-perusahaan teknologi dan industri global, dan mereka harus menjadi bagian dari inisiatif proaktif yang berfokus pada inklusivitas, retention, dan pengembangan skill,” ujar Gillian Tans, CEO Booking.com dalam keterangan resminya , Kamis (21/03/2019).
Editor: Sigit Kurniawan