Mampukah Roadmap Industri 4.0 Tingkatkan Kontribusi Industri Manufaktur di Indonesia
Indonesia resmi memiliki peta jalan dan strategi menghadapi masuknya era industri 4.0. Peta jalan ini diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian dengan komitmen membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi Industri 4.0.
“Peningkatan nilai tambah merupakan kunci untuk bisa bersaing dan memenangkan kompetisi pada persaingan global sekarang,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Untuk itu, industri nasional membutuhkan konektivitas serta interaksi melalui teknologi, informasi, dan komunikasi yang terintegrasi dan dapat dimanfaatkan di seluruh rantai nilai manufaktur guna mencapai efisiensi dan peningkatan kualitas produk.
Airlangga menjelaskan, peta jalan yang dinamakan Making Indonesia 4.0 ini memberikan arah yang jelas bagi pergerakan industri nasional di masa depan, termasuk fokus pada pengembangan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan serta menjalankan 10 inisiatif nasional dalam upaya memperkuat struktur perindustrian Indonesia.
“Implementasi Making Indonesia 4.0 yang sukses akan mampu mendorong pertumbuhan PDB riil sebesar 1-2% per tahun sehingga pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline sebesar 5% menjadi 6-7% pada periode tahun 2018-2030,” paparnya.
Dari capaian tersebut, industri manufaktur akan berkontribusi sebesar 21-26% terhadap PDB pada tahun 2030. Selanjutnya, pertumbuhan PDB bakal digerakkan oleh kenaikan signifikan pada ekspor netto, di mana Indonesia diperkirakan mencapai 5-10% rasio ekspor netto terhadap PDB pada tahun 2030. Selain kenaikan produktivitas, Making Indonesia 4.0 menjanjikan pembukaan lapangan pekerjaan sebanyak 7-19 juta orang, baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur pada tahun 2030 sebagai akibat dari permintaan ekspor yang lebih besar.
“Dalam mencapai target tersebut, industri nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci penentu daya saingnya,” tegas Airlangga.
Adapun lima teknologi utama yang menopang implementasi Industri 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing. Untuk penerapan awal Industri 4.0, Indonesia akan berfokus pada lima sektor manufaktur, yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, serta industri elektonik.
“Sektor ini dipilih setelah melalui evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar,” terangnya.
Di samping itu, Making Indonesia 4.0 memuat 10 inisiatif nasional yang bersifat lintas sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur di Indonesia. Kesepuluh inisiatif tersebut, mencakup perbaikan alur aliran barang dan material, membangun satu peta jalan zona industri yang komprehensif dan lintas industri, mengakomodasi standar-standar keberlanjutan, memberdayakan industri kecil dan menengah, serta membangun infrastruktur digital nasional. Kemudian, menarik minat investasi asing, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan ekosistem inovasi, insentif untuk investasi teknologi, serta harmonisasi aturan dan kebijakan.
“Dengan adanya manfaat yang nyata, Indonesia berkomitmen mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 dan menjadikannya sebagai agenda nasional,” pungkasnya.
Editor: Sigit Kurniawan