Diksi unicorn kini semakin banyak digunakan di masyarakat. Kata yang menjadi label startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar ini memiliki popularitas yang yang luar biasa. Besarnya valuasi unicorn jelas mengundang tanya. Bagaimana sebenarnya peran unicorn untuk Indonesi?
Istilah unicorn pertama kali dikenalkan oleh Aileen Lee melalui riset yang dilakukannya pada tahun 2013. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan langkanya startup yang mencapai valuasi besar. Istilah unicorn ini menjadi penanda bahwa startup ini langka dan hampir tidak nyata, namun nilai valuasi itu adalah nyata.
Perkembangan startup di Indonesia menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa perkembangan startup di Indonesia cukup menjanjikan, baik dari sisi teknologi maupun investasi bagi perekonomian. Bahkan, Jokowi kerap mengingatkan bahwa startup-startup ini akan menang jika melakukan strategi perubahan yang tepat, bukan bermain dengan besar atau kecilnya ukuran perusahaan.
Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia secara spesifik memberikan perhatian terhadap perkembangan unicorn. Di acara diskusi media yang diselenggarakan oleh Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Rudiantara mengungkapkan faktor utama berkembangnya unicorn di Indonesia.
“Cepatnya pertumbuhan startup unicorn di Indonesia dipengaruhi dari fungsi startup ini sendiri. Unicorn ini datang untuk memecahkan masalah di Indonesia. Jadi, saat ditanya unicorn untuk siapa, saya akan berangkat dari startupnya yang memiliki fungsinya masing-masing di masyarakat. Unicord ada dari masyarakat untuk masyakarat,” jelas Rudiantara di Kementerian Kominfo, Selasa (26/02/2019).
Rudiantara menyebutkan empat unicorn di Indonesia dan perannya terhadap masyarakat. Pada tahun 2018, Indonesia dinyatakan menjadi rumah bagi empat dari 10 startup unicorn yang ada di Asia Tenggara. Mereka adalah Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
“Go-Jek itu ada untuk mempermudah layanan transportasi umum di Indonesia. Begitu juga Traveloka yang mempermudah proses pemesanan pesawat, hotel, dan sebagainya. Dulu, kita harus mengantre tiket atau membeli di agen travel atau menukar token di resepsionis untuk mendapatkan kunci kamar hotel. Sekarang, semua bisa langsung dari smartphone,” lanjur Rudiantara.
Menurutnya, pola pikir untuk berubah inilah yang menjadi nyawa startup. Aplikasi yang dikembangkan justru hanya berperan sebagai alat untuk mewujudkan perubahan tersebut. “Dari startup inilah, tumbuh pemikiran baru dan cara baru,” tutup Rudiantara.
Editor: Sigit Kurniawan