Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian. Beleid itu akan menjadi solusi sistem dan jangka panjang membangun koperasi Tanah Air sehingga lebih kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.
Dia memastikan penguatan ekosistem perkoperasian bakal dilakukan dengan beberapa upaya.
“Pertama, dengan inisiatif pendirian Lembaga Pengawas Independen untuk memperkuat pengawasan, khususnya bagi sektor simpan pinjam koperasi,” kata Teten Masduki dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Dia menilai koperasi-koperasi skala menengah dan besar dengan jumlah anggota puluhan dan bahkan ratusan ribu orang, pengawasannya perlu diperkuat agar lebih prudent dan terpercaya. Kedua, inisiatif pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi guna membangun rasa aman dan nyaman bagi anggota-anggota koperasi dalam menyimpan dana mereka.
Selanjutnya, yaitu pengaturan tentang kepailitan agar sebuah koperasi hanya dapat ditetapkan oleh pejabat berwenang. Dengan begitu penanganan masalah koperasi mengikuti tahap-tahap yang tepat dan tak terganggu klaim pailit secara internal maupun eksternal.
Bagi Teten, kepailitan benar-benar ditentukan secara objektif melalui serangkaian mekanisme atau proses dan penetapan tertentu. Penguatan ekosistem perkoperasian lainnya adalah pengaturan sanksi pidana sebagai upaya melindungi badan hukum, anggota, dan masyarakat luas, guna menghindari potensi penyalahgunaan dan penyelewengan praktik berkoperasi.
Dengan demikian, Teten meyakini berbagai celah yang selama ini dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab menjadi berkurang.
“Selain keempat upaya tersebut, UU baru mendatang juga akan memperkuat peran pengawas. Selama ini di lapangan banyak pengawas tidak berperan, lebih terlihat sebagai pelengkap struktur organisasi saja,” ucapnya.
Dalam RUU itu, pengawas diberikan tanggung jawab atas kerugian bila lalai dalam mengawasi koperasi. Atas dasar ketentuan tersebut, pengawas diharapkan semakin waspada dan benar-benar memerankan fungsi yang diembannya.
Dengan beberapa upaya itu, kasus delapan koperasi bermasalah dapat diantisipasi dan dihindari. Apabila kasus koperasi bermasalah terjadi kembali, maka dapat ditangani dengan sebaik-sebaiknya pada masa mendatang.
Kini, kata Teten, pemerintah tidak memiliki instrumen yang cukup untuk menangani koperasi bermasalah sehingga kurang optimal karena keterbatasan pengaturan dalam regulasi.
“Bagaimanapun, kasus delapan koperasi bermasalah dengan taksiran kerugian mencapai Rp26 triliun menjadi peringatan bahwa regulasi yang ada memiliki celah dan lubang yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.