Istilah Revolusi Mental pertama kali dikeluarkan oleh Joko Widodo yang saat itu masih berstatus sebagai Calon Presiden dari PDI Perjuangan pada kolom opini harian Kompas tanggal 10 Mei 2014. Inti dari tulisan tersebut adalah diperlukannya sebuah tindakan korektif dalam seluruh aspek pada semua lapisan masyarakat untuk membangun karakter bangsa, termasuk dalam lapisan anak muda. Revolusi Mental diharapkan dapat menjadi sebuah jawaban dari beragam aktivitas intoleransi, apatis, kekerasan, koruptif yang saat ini telah tersebar di mana-mana.
Ryan Fajar Febrianto adalah mantan anggota Tim Pokja Revolusi Mental termuda, yang sekaligus mewakili suara generasi muda. Usianya baru menginjak 22 tahun ketika dosennya di Ilmu Sosiologi Universitas Indonesia Paulus Wirutomo mengajaknya bergabung sebagai bagian dari Tim Pokja Revolusi Mental. Ia aktif dalam forum-forum diskusi dalam menyurakan suara anak muda di bawah payung Aliansi Remaja Independen.
Sebagai suara generasi muda, Ryan merasa momentum ini merupakan saat yang tepat bagi generasi muda untuk tampil dan menyuarakan pendapatnya. Hal ini merupakan alasan mengapa dirinya menyetujui ajakan sang dosen untuk bergabung dengan Tim Pokja Revolusi Mental.
“Ini kesempatan untuk anak muda. Secara kultural generasi muda ini ditekan untuk menjadi kelompok yang patuh dan taat. Jarang diberikan kesempatan untuk berekspresi, bahkan untuk berekspresi hal-hal yang positif di ranah publik. Selama ini, orang muda koar-koar di media sosial. Pemerintah mendengar kita, tapi tidak melihatnya,” ujar Alumnus jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Indonesia.
Selengkapnya bisa dibaca pada Marketeers edisi Februari “Revolusi Mental: Making Indonesia WOW!