Upaya penyempurnaan penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terus digenjot. Terlebih dengan resmi dilantiknya dr. Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan RI yang baru. Melaluinya, diharapkan langkah pemerintah dan BPJS Kesehatan kian mantap dalam memberikan jaminan layanan kesehatan yang optimal bagi penduduk Indonesia.
Sesuai mandat Presiden RI Joko Widodo, ada empat isu kesehatan yang harus dibenahi, yakni terkait stunting pada masyarakat, Program JKN-KIS, harga obat dan alat kesehatan yang tinggi, serta rendahnya penggunaan alat kesehatan buatan dalam negeri. Terkait Program JKN-KIS, hari ini Menteri Kesehatan RI turun langsung ke lapangan guna memetakan masalah agar dapat dituntaskan segera.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut, tantangan Program JKN-KIS yang harus segera ditetapkan solusinya agar program ini bisa terus berjalan adalah penyesuaian besaran iuran.
“Sejak pertama Program JKN-KIS diselenggarakan pada tahun 2014, besaran iurannya sudah tidak sesuai dengan perhitungan aktuaria yang ideal. Akibatnya, defisit terjadi sejak tahun pertama. Saat ini, angka defisit kian membengkak, bahkan mulai mengganggu pelayanan di rumah sakit dan apotek,” kata Fachmi saat menerima kunjungan Menteri Kesehatan RI dr. Terawan Agus Putranto di BPJS Kesehatan Kantor Pusat, Jumat (25/10/2019).
Fachmi menjelaskan, selama ini nominal iuran yang berlaku besarannya tidak sebesar yang seharusnya ditanggung masyarakat karena sebagian sudah ditanggung pemerintah. Selain itu, jika didalami, sesungguhnya besaran iuran yang baru masih terjangkau dan tidak memberatkan masyarakat.
Fachmi pun mengatakan, besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan.
“Penyesuaian iuran adalah jalan keluar terbaik. Kami optimistis, jika semua pihak berkomitmen melakukan penyesuaian iuran, kondisi defisit akan teratasi. Langkah pemerintah melakukan penyesuaian iuran ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa iuran program jaminan kesehatan sosial disesuaikan paling lama dua tahun sekali. Jika pemerintah tidak melakukan penyesuaian iuran, maka kondisi defisit akan terus terjadi hingga tahun 2024,” ujar Fachmi.
Di lain sisi, masyarakat miskin dan tidak mampu iurannya ditanggung Pemerintah melalui APBN dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda dijamin iurannya oleh APBD. Sementara untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.
“Jadi salah besar kalau mengatakan pemerintah tidak hadir menanggung kenaikan iuran. Justru pemerintah sangat luar biasa sudah membantu menanggung iuran untuk rakyat. Sebesar 73,63% dari total besaran penyesuaian iuran akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah, TNI, dan Polri,” pungkas Fachmi.
Menanggapi persoalan ini, Menkes akan membentuk tim kecil bersama beberapa pihak, termasuk BPJS Kesehatan. Tim ini yang akan mengatasi persoalan defisit dari keuangan BPJS Kesehatan. Selain itu, Terawan juga menyinggung soal optimalisasi manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada perserta. Untuk itu, Terawan akan memanggil beberapa lembaga profesi, salah satunya organisasi dokter jantung.
Bahkan, Terawan tidak sungkan untuk mendatangi langsung organisasi tersebut bersama pihak BPJS Kesehatan. Pemanggilan dilakukan terkait tagihan penanganan penyakit jantung yang mencapai Rp 10 triliun. Dengan duduk bersama, Terawan berharap ada solusi supaya kejadian serupa tak terulang. Harapan lain adalah adanya optimalisasi manfaat yang diperoleh peserta BPJS Kesehatan.
“Optimalisasi tentunya tanpa mengurangi manfaat yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan. Jadi, tindakan yang paling optimal yang dibutuhkan yang akan diberikan kepada peserta,” tutup Terawan.
Editor: Sigit Kurniawan