Dengan semakin meningkatnya jumlah bangunan pintar di suatu kota, secara tidak langsung kota itu sendiri pun akan semakin pintar. Ke depannya, bangunan akan memiliki sistem manajemen gedung dan sistem keamanan elektronik dengan teknologi otomasi, yang melengkapi seluruh kota untuk bertransformasi menjadi kota pintar.
Schneider Electric, pemimpin dalam transformasi digital di pengeloaan energi dan otomasi bersama dengan Green Building Council Indonesia berkomitmen untuk merancang bangunan seefisien mungkin untuk meningkatkan praktik bisnis, mempromosikan efisiensi energi dan, pada akhirnya, memungkinkan kota-kota di seluruh Indonesia bertransisi dari bangunan pintar dan hijau ke kota pintar berkelanjutan.
Xavier Denoly, Country President Schneider Electric Indonesia mengatakan, tanpa bangunan pintar, kota tidak bisa menjadi pintar. Dampak dari banyak program kota pintar di seluruh dunia terhenti karena mengabaikan peran bangunan sebagai pendorong kota pintar berkelanjutan. Tidak mungkin, misalnya, bagi kota untuk menggunakan energi secara lebih efisien jika bangunan belum ditata ulang untuk mendukung tujuan tersebut.
“Adapun untuk menata ulang infrastruktur bangunan menjadi bangunan pintar perlu untuk memperhatikan berbagai aspek yang mencakup infrastruktur jaringan komunikasi dalam gedung, sistem pengawasan distribusi jaringan listrik, dan sistem tata udara yang terpasang. Hal ini penting mengingat bahwa setiap bangunan pintar perlu memiliki sebuah platform yang dapat mengintegrasikan sistem dan fasilitas gedung yang berbeda jenis dan fungsi,” ujar Xavier.
Sektor bangunan diperkirakan menyumbang 40 persen konsumsi energi dunia. Diprediksi, pada 2040 mendatang, total konsumsi energi dunia untuk bangunan akan meningkat sebesar 80 persen. Pemerintah Indonesia sendiri melalui Direktorat Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan target efisiensi energi di sektor bangunan yang tertuang dalam draf Rencana Induk Konservasi Energi Nasional (RlKEN) yaitu sebesar 10-30 persen untuk bangunan komersil dan 15-30 persen untuk bangunan residensial pada 2025. Untuk menjawab tantangan tersebut, konsep bangunan pintar dan hijau terus diusung dan digiatkan oleh para pelaku industri bangunan dan properti.
Bangunan merupakan bagian yang terintegrasi dengan ekosistem kota dan sekarang bangunan menjadi entitas yang kompleks dengan beberapa sistem yang saling terhubung seperti penerangan, utilitas dan keamanan. Kompleksitas meningkat dengan ukuran bangunan dan bangunan-bangunan ini rentan terhadap gangguan, yang berpotensi menimbulkan kerugian besar pada keselamatan jiwa dan aset. Bangunan pintar berpotensi mengurangi efek gangguan dan juga memungkinkan tindakan proaktif dan kecerdasan mengelola data untuk membantu mereka mengambil tindakan preventif.
Iwan Prijanto, Chairperson Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) mengatakan GBC Indonesia berkepentingan untuk mendorong tumbuhnya bangunan pintar di Indonesia. Bagi GBC Indonesia bangunan pintar adalah ketika teknologi sistem bangunan dapat mengotomasi dan meningkatkan kinerja bangunan dan kawasan yang menerapkan metodologi bangunan hijau (Green Building) dalam melakukan efisiensi sumber daya, konservasi sumber daya dan memungkinkan upaya berbagi sumber daya.
“Dan semua upaya berkelanjutan ini dapat dilakukan tanpa menurunkan kenyamanan dan produktivitas pengguna bangunan dan kawasan, bahkan dapat meningkatkan nilai bangunan dan kawasan secara umum,” katanya.
Bangunan pintar menggunakan sistem operasional otomatis, yaitu Internet of Things untuk mengontrol prosesnya. Ini berdampak pada desain dan konstruksi, penggunaan energi, dan bagaimana karyawan berinteraksi dengan ruang. Sistem diintegrasikan dan data dikumpulkan dan dianalisa untuk mengurangi pemborosan energi dan biaya operasional – dan pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup manusia dan kinerja bisnis. Untuk melakukan ini, kekuatan teknologi baru termasuk perangkat mobile, sistem berbasis komputasi awan, kecerdasan buatan (AI), self-monitoringdan platform kolaboratif dimanfaatkan untuk membuat peningkatan yang mendasar pada kinerja bangunan.
Teknologi digital juga mengubah bagaimana bangunan yang sedang dibangun atau diperbarui dirancang dan dikembangkan. Pertengahan tahun 2018 lalu, Schneider Electric telah memperkenalkan EcoStruxure Building Advisoryang merupakan portofolio layanan komprehensif yang dirancang untuk meningkatkan kenyamanan penghuni dan nilai aset dan secara bersamaan mengurangi biaya pengoperasian.
Sebagai bagian dari EcoStruxure Building, EcoStruxure Building Advisor memungkinkan para ahli kelistrikan dan otomasi untuk mengolah data secara jarak jauh menjadi wawasan yang dapat diprediksi dan lebih akurat untuk pengambilan keputusan dan tindakan yang lebih cepat dan tepat, mendorong 33% lebih sedikit pengaduan/komplain dari penghuni, penurunan 29% dalam biaya pemeliharaan yang tidak terjadwal dan pengurangan biaya energi rata-rata 20%.