Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, Makassar menjadi potret pembangunan smart city di Timur Nusantara. Makassar telah mengalami perubahan signifikan dalam lima tahun terkahir. Selain jalan-jalan kota dan gang rumah warga yang bersih dan rapi, juga terdapat kamera pengintai alias CCTV yang terus memantau apa yang terjadi di Kota Angin Mamiri itu.
Soal jaringan, jangan khawatir. Makassar telah dipilih sebagai kota pertama digelarnya layanan Telkomsel 4G LTE secara komersial di frekuensi 1.800 MHz. Mengekor di belakangnya adalah operator seluler lain yang memboyong jaringan mobile broadband serupa yang diklaim berkecepatan 100 Mbps.
Makassar tak mau disebut sebagai kota smart city hanya karena menerapkan e-government maupun e-health seperti yang dilakukannya saat ini. Kota berpenduduk 1,7 juta jiwa itu mencoba masuk menjadi kota digital yang berbasiskan ekonomi kreatif.
Ismail Hajiali, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar mengatakan, ekonomi kreatif bakal menjadi pilar perekonomian masa depan. Berdasarkan berbagai prediksi, ia bilang, kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB nasional akan mencapai 8% dan menyerap 12 juta tenaga kerja, serta menghasilkan devisa 5,8%.
“Dan Makassar akan menjadi kota digital kreatif di Indonesia. Itu tekad kami selanjutnya,” ucap Ismail saat membuka gelaran roadshow The NextDev 2016 #UntukMakassar di Auditorium Prof. Dr. A. Amiruddin, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.
Selain soal infrastruktur, Ia menilai ada beberapa potensi besar Makassar menjadi kota digital kreatif. Pertama, banyak kegiatan berskala international dan nasional diadakan di kota ini, antara lain Asian Mayors Forum, Smart Village Tourism, International Creative Cities Conference, dan Makassar Fair.
Kedua, adanya dua belas perguruan tinggi yang memiliki Program Studi Informatika dan Komputer. “Selain itu, Makassar menjadi sentra industri ponsel di Sulawesi Selatan, dan pertumbuhan komunitas TIK sudah mencapai 100 komunitas,” katanya.
Dalam konsep kota cerdas yang dibangun Makassar, Ismail mengatakan tidak bisa dibangun hanya bermodalkan software dan hardware, melainkan harus dengan heartware. “Artinya, masyarakat harus memiliki niat dan hati yang sama untuk mensukseskan kota cerdas tersebut,” tuturnya.
Karenanya, Ismail menyebut, Pemkot Makassar menggunakan jargon ‘Sombere’, yang dalam bahasa setempat berarti ramah, terbuka dan pandai bergaul. “Sombere lebih diterima masyarakat Makassar ketimbang smart. Jadi, dengan mengusung semangat ini, masyarakat mudah diajak mewujudkan mimpi smart city di Makassar,” kata Ismail lagi.
Setelah infrastruktur TIK dibangun, Pemkot Makassar mulai membuat berbagai program di berbagai bidang. Di bidang perbankan, pajak, dan kependudukan misalnya, Pemkot bekerjasama dengan BRI menerbitkan Smart Card sebagai kartu multifungsi.
Bersama BNI, Pemkot Makassar juga menciptakan Makassar Student Smart Card. Untuk anak-anak, ada Kartu Anak Makassar yang dikelola oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Makassar. Kartu ini dapat digunakan di beberapa toko buku dan wahana bermain di Makassar.
Aplikasi Kreatif ala Makassar
Kehadiran ajang The NextDev yang diinisiasi oleh Telkomsel tentu membantu tugas Pemkot Makassar memperoleh aplikasi-aplikasi terbaik untuk mengangkat nama Makassar sebagai kota digital kreatif di Indonesia. Terbukti, saat sesi rocket pitching The NextDev 2016, banyak aplikasi dari anak-anak Makassar yang mengejutkan para dewan juri.
Salah satunya adalah Tiketbusku.com yang menjadi juara favorit rocket pitching tersebut. Portal ini menjual tiket bus secara online dari kota Makassar menuju kota-kota lain di Sulawesi seperti Palopo, Bone-Bone, Mamuju, Topoyo, Toraja, Palu, dan Manado.
Tiketbus.com memberikan jadwal, rute, nama perusahaan bus, hingga jumlah penumpang yang bisa dipesan sesuai kebutuhan penumpang. Para penumpang juga bisa memilih posisi kursi yang diinginkan.
“Kami bertekad menciptakan aplikasi yang memberi dampak atau manfaat bagi banyak orang di Makassar,” cetus Kasman Suherman, Pendiri Tiketbus.com.
Selain itu, ada pula Zagiyan, aplikasi berbasis smartphone Android yang membantu memberdayakan dan meningkatkan produktivitas nelayan.
Dalam aplikasi tersebut, terdapat fitur yang membantu nelayan menandai (tagging) lokasi laut yang dipenuhi banyak iklan. Aplikasi ini juga membantu para nelayan untuk memasarkan dan menjual ikannya langsung ke konsumen atau pedagang demi menghindari campur tangan tengkulak.
Sebagai penutup, ada satu nasihat pamungkas yang dikatakan Yansen Kamto, CEO Kibar di depan 680-an mahasiswa yang hadir. Ia mengatakan agar para pendiri startup memiliki visi yang sama saat membangun perusahaannya.
“Kita juga harus saling percaya dengan para co-founder dan anggota tim. Sebab, tim yang baik dalam membuat startup adalah mereka yang memiliki kemampuan berbeda dan saling melengkapi,” pungkas Yansen yang juga juri The NextDev 2016 ini.
Editor: Sigit Kurniawan