Kritis namun juga loyal. Itulah karakter konsumen Tionghoa Indonesia. Secara eksplisit, Jakarta Eye Center (JEC) memang tidak mengamati pasar hanya dari satu etnis. Tapi, menurut Direktur Pengembangan Bisnis JEC dr. Tjahjono D Gondhowiardjo, etnis Tionghoa Indonesia memang lebih rentan terhadap masalah mata. Sebabnya, karakter tulisan Mandarin membutuhkan penglihatan yang lebih tajam dengan jarak lebih dekat.
Sehingga, menurut dr. Tjahjono, anak-anak etnis Tionghoa cenderung lebih cepat membutuhkan kacamata. Sejak usia dini, etnis Tionghoa sudah lebih menyadari masalah yang terjadi pada mata mereka. Anak-anak etnis Tionghoa yang dituntut berprestasi oleh orangtuanya, menjadi lebih terbuka terkait masalah yang terjadi pada matanya. Ketika beranjak dewasa, dengan teknologi yang semakin canggih, mereka memilih lasik. Sedangkan, etnis lain biasanya melakukan lasik karena ada keperluan untuk persyaratan masuk kerja, seperti pilot atau polisi.
Ia menambahkan,sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap berkacamata sejak kecil adalah aib. Sehingga, masyarakat pribumi lebih memilih menawar solusinya dengan makan wortel saja untuk anak-anak mereka. Padahal, kacamata merupakan alat bantu untuk bisa melihat lebih baik.
Harus disadari, mata adalah jalur utama informasi yang akan masuk ke otak. Saraf mata berkembang dari mulai lahir hingga usia sembilan tahun. Menurutnya, bila informasi tersebut tidak optimal, maka perkembangannya akan terhambat. Pada saat anak-anak dari etnis Tionghoa sudah disarankan menggunakan kacamata, orangtua mereka umumnya tidak menolak. Mereka juga rajin mengontrol dengan datang ke dokter mata setiap enam bulan sekali. “Sebesar 83 % informasi sehari-hari masuk melalui mata,” kata dr. Tjahjono.
Gangguan mata lainnya yang rentan menyerang orang lanjut usia adalah penyakit katarak. Golongan lanjut usia etnis Tionghoa lebih sering terpapar informasi tentang pengobatan katarak menggunakan teknologi. Selain itu, faktor kemampuan ekonomi juga menjadikan mereka akhirnya lebih memilih pelayanan di institusi swasta. Ini menjadi peluang yang ditangkap oleh JEC.
Dalam memberikan pelayanan, JEC memberikan beberapa kemudahan bagi etnis Tionghoa. Salah satunya, dengan menyediakan petunjuk arah pada ruangan dengan karakter Mandarin. Sedikit banyak, dokter JEC juga berusaha mengerti istilah-istilah medis dalam bahasa Mandarin.JEC juga menyadari betul bisnis yang dijalaninya merupakan bisnis kepercayaan. “Bila kita bisa memegang satu keluarga keturunan Tionghoa dan mereka sudah percaya, itu akan merembet pada keluarga-keluarga lainnya, bahkan relasi-relasinya,” ungkap dr. Tjahjono.