Ratusan muda-mudi berbaris meliuk-liuk membentuk sebuah antrean panjang di depan salah satu gerai sepatu di Kota Kasablanka, Jakarta. Mereka tengah menunggu kehadiran sepatu baru dari merek sneakers bergaya Jepang yang merilis produk terbarunya pada tahun 2018.
Wakai, merek sepatu espradilles ini tengah ekspansif menggarap market alas kaki tanah air. Merek ini berhasil menjaring segmen anak muda yang menginginkan sepatu sneakers yang colorful, easy to wear, namun tak menggerus kocek terlalu dalam.
Wajar saja, harga sepatu Wakai cukup terjangkau bila dibandingkan dengan merek internasional yang mempopulerkan sepatu jenis kanvas itu, TOMS. Wakai seakan menjadi jawaban atas permintaan anak muda terhadap produk alas kaki kekinian yang nyaman digunakan sehari-hari.
Sejak tahun 2012, Wakai yang dalam Bahasa Jepang berarti “anak muda” hadir meramaikan industri sepatu nasional yang dinobatkan sebagai pasar ekspor terbesar kelima di dunia. Industri ini menurut Kementerian Perindustrian pada tahun 2016 menyumbang 0,48% penerimaan negara dengan nilai Rp 35,4 triliun, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 31,44 triliun.
Di bawah payung Metroxgroup, perusahaan ritel yang dipimpin oleh pengusaha Singapura Freddie Beh, Wakai menjadi salah satu kontributor utama perusahaan. Toh, ketika sejumlah merek sepatu memutuskan untuk menutup toko fisiknya, seperti yang terjadi pada Clarks yang menutup seluruh gerainya di Indonesia per akhir Februari 2018, Wakai justru semakin ekspansif membuka cabang demi cabang di Indonesia.
Di Tahun Anjing ini, perusahaan menangkap peluang di kawasan Timur khatulistiwa. Alice Dwiyani, Division Manager Metroxgroup kepada Marketeers mengatakan, target ekspansi gerai tahun ini akan difokuskan di daerah timur Indonesia, antara lain di beberapa kota di Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Menurut dia, perusahaannya yakin akan masa depan ritel di daerah Timur, sejalan dengan realisasi pemerintah melakukan pemerataan infrastruktur di zona tersebut.
“Jika di Pulau Jawa, bisa dibilang kami sudah ada di mal-mal ternama di kota besar. Saatnya kami bertemu konsumen di kawasan timur” ujar dia seusai seremoni peluncuran produk terbaru Wakai, GYOU, Kamis (22/8/2018).
(Baca Juga: Evolusi Wakai Lewat GYOU)
Alice menjelaskan, Metroxgroup saat ini memiliki 300 gerai dengan berbagai merek. Di lini fashion, selain Wakai, perusahaan ini menaungi merek sepatu Keds, Sperry, merek apparel Paul Frank, mini department store MEZZO, dan in-house brand mereka The Little Things She Needs. Sayangnya, Alice tak bisa merinci berapa gerai baru dari Wakai yang akan dibuka tahun ini. Hanya saja, kata dia, Wakai menjadi salah satu brand dari Metrox yang bakal agresif membuka gerai baru.
Wakai sampai saat ini memiliki 60 gerai yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Solo, Malang, Yogyakarta, Bali, Medan, dan Pekanbaru. Merek-merek ini ada yang dikelola sendiri oleh Metroxgroup, ada pula yang dimiliki mitra waralaba. Produk sepatu kanvas ini juga dijual di seluruh cabang Mezzo yang saat ini berjumlah 13 gerai di Indonesia.
Sedangkan di ranah online, Wakai baru bisa ditemui di dua kanal penjualan daring, yaitu Zalora dan situs e-commerce perusahaan metroxonline.com. Alice mengaku, banyak permintaan perusahaan e-commerce untuk mengajak Wakai membuka toko online resminya. Pihaknya mengaku akan menggeber penjualan online mulai tahun ini. Apalagi, sang induk Metrox bakal memiliki divisi baru, yaitu divisi e-commerce terhitung sejak tahun ini.
“Kami beruntung ketika teman-teman kami di industri sepatu tengah struggling, kami masih bisa tumbuh positif double digit 10%-20%,” kata Alice ketika ditanya pertumbuhan omzet perusahaan.
Di lini fashion, Wakai memberikan kontribusi terbesar kedua setelah The Little Things She Needs. Ia pun yakin, merek ini semakin diminati masyarakat Indonesia seiring dengan ekspansi yang terus dilakukan.
“Kami percaya merek kami bisa diterima pasar karena kualitas serta harga kami yang terjangkau. Merek-merek lain bisa menjual dengan harga jutaan rupiah,” kata dia.
Selain itu, inovasi dalam produk juga menentukan merek ini memiliki konsumen setianya. Alice menjelaskan, Wakai mulai berkesperimen dengan menawarkan ragam sepatu di luar pakemnya sebagai sepatu kanvas. Pada penghujung tahun lalu misalnya, Wakai meluncurkan sepatu sneakers pertama dengan tali. Begitupun dengan kuartal pertama 2018 yang mana Wakai merilis sepatu nylon knitting pertama bernama GYOU.
“Kami juga mulai men-develop produk-produk signature kami dengan sentuhan lain, misalnya dengan menambahkan heels,” tutur dia.
Ambisi Wakai tidak hanya di dalam negeri. Merek yang selalu dikira berasal dari Jepang itu, telah memantapkan diri untuk masuk ke pasar regional, yaitu Filipina dan Vietnam. Sejak tahun 2014, produk Wakai sudah bisa ditemui di beberapa mal Singapura dan Malaysia.
“Kami bangga melalui Wakai, produk sepatu Indonesia bisa mengglobal, setidaknya dimulai di kancah regional Asia Tenggara,” tutup Alice.
Editor: Sigit Kurniawan