Alfamart sejak tahun 2000 sudah dikenal sebagai pemain gerai ritel berkonsep mini market. Ketika eranya sudah masuk digital, Alfamart tampak tidak mau ketinggalan untuk membuka gerai baru berkonsep online atau e-commerce lewat Alfacart.com. Platform tersebut baru saja rilis akhir Mei 2016 lalu.
Terbilang terlambat sebenarnya. Namun Chief Marketing Officer Alfacart.com Haryo Suryo menyatakan bahwa keterlambatan ini menjadi benefit karena bisa banyak belajar dari pemain lain. “Kami benar-benar mengandalkan nama besar Alfamart sehingga membangun awareness-nya tidak terlalu sulit. Mayoritas masyarakat sudah tahu apa itu Alfamart,” ujar Haryo di Jakarta pada Senin (5/9) 2016.
Gerai ritel offline itu memang coba dimanfaatkan betul oleh Alfacart. Menurut Haryo selama ini 56% konsumen di Indonesia terkendala untuk melakukan transaksi secara online. Sementara 34% ragu terhadap kepastian kualitas produk yang dibelinya dan 30% menyatakan tidak puas terhadap layanan-layanan yang mereka temukan.
Masalah pembayaran tentu menjadi permasalahan. Selain faktor ketidakpercayaan masih cukup tinggi, platform pembayaran juga masih menjadi hambatan. Mayoritas penduduk Indonesia masih tidak memiliki kartu kredit, yang menjadi salah satu metode pembayaran utama dalam e-commerce. Bahkan kartu debit pun belum tentu ada. Gerai Alfamart dimanfaatkan untuk tempat pembayaran langsung ketika selesai membeli secara online di Alfacart. Selain itu, barang juga bisa diambil secara offline Alfacart.
“Ketika konsumen belanja online di Alfacart, mereka bisa mengambil di Alfamart terdekat. Karena kalau harus selalu kirim ke rumah belum tentu mereka ada. Jadi dari segi space dan tenaga kerja, Alfacart membutuhkan gerai cukup besar. Gudang dari Alfamart pun masih kami gunakan,” sambung Haryo.
Dari sekitar 12.000 gerai Alfamart di seluruh Indonesia, akan ada sekitar 7.000 gerai dimanfaatkan oleh Alfacart. Pasalnya tidak semua gerai Alfamart memiliki ruang besar dengan jumlah karyawan cukup banyak. Sejumlah 7.000 gerai itu dinilai Alfacart sudah bisa mendukung bisnis mereka baik dari segi ukuran sampai jumlah tenaga kerja untuk memproses semua transaksi, baik lewat offline dan online.
Bahkan, Haryo berencana untuk menghadirkan display digital agar ketika masuk ke Alfamart konsumen bisa sekalian belanja online dan membeli barang-barang yang tidak ada di gerai offline. Tidak hanya itu, selain pemanfaatan 7.000 gerai Alfamart, Haryo bercita-cita memiliki spot dan fasilitas pick up point untuk mengambil barang belanjaan online di tempat-tempat umum. “Tapi, itu baru rencana, teknisnya masih dibicarakan,” ungkapnya.
Sejak diluncurkan Alfacart sudah cukup aktif bermarketing ria dengan beberapa kampanye. Aplikasi smartphone pun sudah meluncur. Haryo mengaku pertumbuhannya pesat sekali sejak saat itu. Walau tidak mau menyebut angka pasti, baginya masih tetap kurang adil jika berbicara pertumbuhan besar karena Alfacart dimulai dari nol. Ia yakin angkanya tidak akan sebesar pemain lain yang sudah punya nama dan berbisnis sejak lama.
Alfacart sendiri mengklaim dirinya adalah pemain di sektor marketplace. Itu terlihat dari tenant-tenant yang ikut membuka gerai di sana dikurasi langsung oleh Alfacart. Mereka mayoritas UKM-UKM yang sudah cukup qualified dan besar sehingga secara trust tinggi.
“Kalau mau dijelaskan kami marketplace tapi tidak full seperti halnya Bukalapak atau Tokopedia. Sebutan yang tepat adalah B to B to C. Mereka membuka gerai online di Alfacart, menjual ke konsumen, tapi ketika membayar uangnya akan dikirim ke Alfacart terlebih dahulu baru kami kirim ke tenant ketika memang barangnya sudah sampai ke konsumen. Kenapa? Kami sebagai penyedia platform harus juga ikut bertanggungjawab terhadap transaksi,” sambung Haryo.
Seperti pemain e-commerce lain, tahun-tahun awal Alfacart akan dimaksimalkan untuk membangun awareness. Investasi pun dikucurkan untuk mendukung hal tersebut, terutama untuk sisi subsidi. Haryo mengatakan sekarang biaya pengiriman masih disubsidi dengan nilai maksimal pengiriman Rp 15.000. Bahkan ia menjanjikan dalam area terdekat Alfamart dan berbelanja khusus barang-barang tersedia di gerai offline itu saja, di atas Rp 100.000 konsumen tidak perlu membayar ongkos kirim dan kirim hari itu juga.
Editor: Eko Adiwaluyo