Sektor Otomotif Nasional Diprediksi Kuat Jika Terapkan Sistem Daur Ulang
Implementasi industri daur ulang (recycle industry) diprediksi dapat mendongkrak daya saing industri manufaktur, terutama sektor otomotif. Pasalnya, catatan Kementerian Perindustrian menunjukkan, 73% ekspor Indonesia ditopang dari industri manufaktur, dan otomotif menjadi salah satu penyumbang terbesar.
Menteri Perindustrian Airllangga Hartaro mengatakan, dengan bersinergi mengusung ekonomi berkelanjutan, para pemain industri otomotif nasional dapat meningkatkan daya saing.
“Tren saat ini, komponen besar dalam kendaraan seperti, bumper, fender, dan dashboard pada mobil tidak lagi menggunakan stainless steel, tetapi menggunakan kandungan plastic,” ungkap Airlangga di Cikarang, Rabu (06/02/2019).
“Plastik itu bukan sampah, dari segi cost plastik adalah bahan baku yang relatif lebih kompetitif dibanding yang lain, dan menyerap emisi lebih rendah,” imbuh Airlangga.
Menurut Airlangga, apabila industri otomotif menggunakan virgin plastic, maka biaya produksi akan lebih mahal. Terlebih apabila dengan impor virgin plastic, kebutuhan devisa akan menjadi lebih tinggi, karena saat ini Indonesia baru mampu memproduksi satu juta ton virgin plastic, padahal kebutuhannya mencapai limajuta ton. “Karena itu pemerintah mendorong yang namanya circular economy, yang bagian juga dari industri4.0,” tegasnya.
Menperin menilai, kapasitas daur ulang plastik di Tanah Air masih jauh dari standar, padahal masih bisa ditingkatkan. Saat ini, di dalam negeri baru mampu mendaur ulang 12,5% dari standar industri yang seharusnya yakni 25 persen.
Padahal kata Airlangga, konsep ekonomi berkelanjutan dinilai dapat meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Circular economy itu penting, karena akan menjadi kunci daya saing industri ke depan, semakin banyak recycle industry, semakin kompetitif,” tuturnya.
Sementara itu, salah satu implementasi industri daur ulang di sektor otomotif yang sudah berjalan adalah pembuatan blok mesin, 80% persen sudah menggunakan material daur ulang. “Karena aluminum alloy itu masuk recycle material, saya tegaskan kembali bahwa recycle industry ini adalah sesuatu yang harus dilakukan, jadi tidak perlu khawatir,” ujar Airlangga.
Kemudian apabila dilihat dari persektoral, aluminium sendiri sudah menjadi salah satu yang circular economy-nya tinggi, yakni sudah di atas 70%, sehingga komponen kendaraan yang menggunakan bahan recycle aluminium, seperti blok mesin dan pelek mobil lebih kompetitif dan memiliki daya saing tinggi. “Kalau misalnya industrinya harus 100% virgin aluminum, mobil tidak akan ada yang kompetitif, karena cost-nya akan tinggi,” jelas Airlangga.
Agar terus meningkatkan daya saing, konsep ekonomi berkelanjutan ini tak hanya untuk aluminium dan plastik saja karena baja yang merupakan salah satu komponen utama dalam bodi mobil bisa didaur ulang melalui scrap. “Untuk itu, industri recycle ini terus kami dorong. Bahkan, di dalam WEF kemarin, didorong pula circular economy untuk perbankan, jadi perbankan untuk mendukung circular economy,” jelasnya.