Orang mengenal New Zealand atau Selandia Baru sebagai negara yang terletak di Lautan Pasifik dekat dengan benua Australia. Orang juga mengenal negeri ini dengan julukan The Kiwis. Bukan karena buah kiwi, melainkan karena di sanalah burung langka Kiwi berasal. Dari semua itu, banyak orang masih penasaran mengapa tersemat kata “Baru” dalam Selandia Baru?
Sejarah mencatat bahwa Selandia Baru sejak puluhan juta tahun lalu telah berpisah dari benua Australia. Karenanya, negara yang terbagi atas dua pulau besar itu memiliki spesies-spesies unik yang hanya hidup di sana. Bangsa Maori adalah penduduk asli Selandia Baru yang konon melakukan perjalanan dari Pulau Hawaiki, Pasifik Selatan, selama 1.000 tahun.
Nama Selandia baru atau New Zealand pertama kali disebut oleh Pemerintah Belanda setelah ekspeditor Abel Janzsoon Tasman menemukan pulau ini pada tahun 1642. Zealand alwanya dikira sebagai bagian dari Staten Landt atau “Country of the Lords of the Stat”, sebuah daratan di Amerika Selatan yang ditemui oleh pelaut Jacob Le Maire pada tahun 1615.
Setelah sadar Selandia Baru bukan lah terletak di Amerika, Pemerintah Belanda mengganti namanya dengan Nova Zeelandia. Sebab pada saat itu, Belanda baru mendeklarasikan satu provinsi baru bernama Zeeland. Kata “nova” merujuk pada pengertian “Zeeland yang baru”, atau “Zeeland yang lain”. Sejak Inggris melalui James Cook menginvasi daratan Australia, nama Nova Zeelandia diubah dalam serapan Bahasa Anglo-Saxon menjadi New Zealand seperti saat ini.
The New Relationship
Tak ada hal yang benar-benar baru dari Selandia Baru, negeri berpenduduk lima juta jiwa ini. Kecuali satu hal: Lorde, penyayi asal negara empat musim itu, baru saja dianugerahi Song of The Year dalam perhelatan insan musik nomor wahid di dunia, Grammy Awards 2018.
Namun, ada satu hal baru yang coba diukir oleh Selandia, yaitu hubungannya dengan negeri beda iklim dan beda warna kulit: Indonesia. Pasalnya, bulan ini menjadi tonggak sejarah hubungan bilateral ke-60 antara Indonesia-Selandia Baru sejak resmi menjalin hubungan pada tahun 1959.
Diplomasi kedua negara yang berjarak 7.500 km itu awalnya terjadi saat implementasi Colombo Plan di mana Selandia Baru mengirimkan guru-guru Bahasa Inggris ke Indonesia. Hubungan pun berlanjut tidak hanya dalam bidang pendidikan, melainkan juga menjalar ke bidang lain, seperti keamanan, ekonomi, sosial-budaya, dan juga pariwisata.
Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia H.E Trevor Matheson mengatakan, tahun ini, hubungan kedua belah pihak di hampir semua sektor akan ditingkatkan, termasuk sektor pariwisata. Kata dia, baik Indonesia maupun negaranya sedang berjuang mendongkrak devisa dari sektor non-migas itu.
Hanya saja, berdasarkan catatan Departemen Pariwisata Selandia Baru, kunjungan turis Indonesia ke negeri Hobbit itu terbilang cukup rendah, sekitar 16.000 wisatawan pada tahun 2016. Sementara, orang Selandia yang bertandang ke Indonesia mencapai 60.000 pada tahun yang sama.
Adanya pertumbuhan dari aktivitas outbound orang Indonesia sepanjang lima tahun terakhir, membuat Selandia Baru yakin melakukan push marketing alias strategi jemput bola. Selain gencar melakukan serangkaian promosi online melalui media sosial, Selandia Baru turut menggandeng aktor kenamaan Joe Taslim agar bisa secara lebih mudah memperkenalkan negerinya kepada jutaan orang Indonesia.
Sejalan dengan momentum 60 tahun kerja sama diplomatik, Trevor berharap ada sinergi yang lebih nyata untuk meningkatkan sektor pariwisata di kedua negara. Salah satu yang paling memungkinkan untuk bisa dieksekusi adalah perihal frekuensi penerbangan.
“Untuk meningkatkan kunjungan wisawatan, yang harus dilakukan yaitu menambah frekuensi penerbangan khususnya penerbangan langsung dari Indonesia ke Selandia Baru maupun sebaliknya,” ujar Trevor Matheson yang mulai bertugas di Indonesia sejak 2015.
Di sektor “basah” seperti perdagangan, aksi kedua negara terbilang cukup aktif, walau nominalnya tak begitu besar. Indonesia dikenal sebagai mitra impor Selandia Baru untuk produk susu, olahan susu, dan daging sapi. Maklum saja, penduduk Selandia Baru dua kali lebih sedikit ketimbang populasi sapi dan domba nya yang mencapai 10 juta ekor.
Sebaliknya, Indonesia kerap mengekspor pakan ternak untuk sapi dan domba Selandia Baru. Iklim yang dingin juga membuat Selandia Baru menginginkan buah-buah tropis yang tumbuh subur di tanah air.
Selama lima tahun terakhir, total nilai perdagangan kedua negara rata-rata sebesar US$ 1,2 miliar per tahun dengan peningkatan rata-rata hanya 0,97%. Padahal, kedua negara sebelumnya sepakat untuk mencetak nilai transaksi perdagangan hingga US$ 4 miliar pada tahun 2024. Target tersebut terbilang fantastis untuk pertumbuhan di bawah 1%.
Lantas, peluang kerja sama lain pun digodok, salah satunya di sektor geothermal atau panas bumi. Di hadapan Presiden Joko Widodo, perwakilan kedua negara menandatangani nota kesepahaman yang mengizinkan Selandia Baru untuk melakukan eksplorasi dan pengembangan teknologi panas bumi. Eksplorasi tersebut bertujuan memenuhi ambisi Pemerintah RI membangun daya 4.852 MW.
Sebagai timbal baliknya, Selandia menggelontorkan investasi di berbagai sektor, tidak hanya di industri pengeboran, melainkan juga di industri peternakan yang menjadi salah satu fokus utama bisnis kedua negara.
Agar target di atas bukan sekadar goresan tinta hitam, regulasi dan deregulasi di berbagai bidang terkait mesti menjadi perhatian masing-masing negara. Misalnya, Selandia Baru bisa segera membuka akses pasar bagi produk buah-buah tropis asal Indonesia. Di sisi lain, Indonesia juga harus mendorong para petaninya untuk melakukan sertifikasi mutu agar produk ekspor yang diminta sesuai standar.
Sejatinya, perayaan hubungan diplomatik ke-60 antara Indonesia-Selandia Baru harus disikapi sebagai sebuah momen hubungan baru yang lebih intens. Kedua negara pada dasarnya mampu menjadi mitra yang saling menguntungkan, tidak hanya di level pergerakan barang, melainkan juga di level pergerakan manusia.
Pasalnya, di bandingkan Eropa yang jarak tempuhnya lebih jauh, Selandia Baru hanya memberikan beasiswa pendidikan kurang dari 100 mahasiswa Indonesia setiap tahunnya. Sayang memang untuk sebuah hubungan yang telah melewati ulang tahun emas.
Selamat CLBK di Hari Jadi ke-60 Selandia-Indonesia!