Orang terkaya di dunia Warren Buffet pernah berujar “If you buy things you don’t need, soon you will have to sell things you need”. Kalimat tersebut seakan menyindir orang-orang yang senang berbelanja hanya berdasarkan keinginan, padahal mereka sebenarnya tidak membutuhkannya.
Apa itu salah? Tidak juga, jika memang orang itu bisa mengontrol keuangan mereka. Namun, banyak dari mereka terjebak dalam kehidupan konsumtivisme yang mendorong mereka terus berbelanja, sampai mereka lupa untuk mempersiapkan hal yang lebih penting. Akhirnya, mereka terlihat kece dengan pakaian dan gawai yang bermerek, namun semua didanai dari utang.
Apa yang menyebabkan orang terjebak dalam lingkarang konsumtivisme itu? Setidaknya, ada sembilan alasan mengapa seseorang biasanya tidak mampu mengontrol keinginannya untuk berbelanja/membeli barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan:
- To keep up a reputation
Banyak orang merasa bahwa jika ia tidak bisa tampil seperti teman atau tetangga mereka, lingkungan akan memandang rendah mereka. Misalnya, teman kantor Anda baru saja membeli sebuah gadget baru. Agar tidak dicap ketinggalan jaman, Anda ikut membeli gadget baru tersebut. Padahal, gadget yang Anda miliki masih bagus dan berfungsi optimal. So, who are you trying to impress?
- Avoidance
Ketakutan untuk ditolak oleh lingkungan seringkali membuat sesorang menjadi tidak rasional. Berapa banyak orang yang menghadapi situasi ini: menghabiskan terlalu banyak uang untuk makan siang dan berbelanja dengan teman-teman, hanya agar tetap berada pada lingkungan pertemanan tersebut.
Jika teman Anda menjatuhkan Anda karena Anda tidak mampu mentraktir mereka makan siang, apakah mereka adalah teman yang sesungguhnya?
- Shopping without a list
Berbelanja tanpa catatan belanja ibarat ujian tanpa belajar lebih dulu. Orang yang pergi ke toko tanpa list barang-barang yang akan dibelinya, cenderung membeli sesuatu yang menarik di matanya. Ujungnya, mereka membeli barang yang tidak dibutuhkan.
- Paying with plastic
Memegang kartu kredit tidak sama rasanya dengan memegang uang kertas. Percaya atau tidak, orang yang sering menggunakan kartu kredit dalam transaksinya cenderung menghabiskan lebih dari yang mereka inginkan, ketika mereka menggunakan uang kertas. Bukan berarti Anda tidak boleh menggunakan kartu kredit. Terkadang, kartu kredit justru bisa membantu untuk dengan promo.
- Buying items on sale
Siapa yang tidak silau matanya jika melihat deretan etalase di mall penuh dengan tanda “Sale”. Fenomena diskon ini sebenarnya perlu Anda cermati lebih teliti. Barang diskon tidak berarti bahwa Anda membayarnya dengan lebih murah dari sewajarnya.
Bisa saja barang yang didiskon tersebut sudah mengalami peningkatan harga terlebih dahulu. Untuk itu, Anda harus pandai-pandai membandingkan harga.
- Lifestyle
Apa jadinya jika seseorang hidup dengan gaya hidup konsumtif dalam rentan waktu yang lama, dan tiba-tiba, keuangan mereka ambruk? Tentu, sulit bagi mereka untuk berdamai dengan keadaan yang baru.
Terkadang, untuk mempertahankan gaya hidup tersebut, seseorang sampai terlibat dengan hutang yang tidak ada habisnya. Gaya hidup kita harus bisa menyesuaikan dengan kemampuan finansial kita.
- Power and Control
Money gives people a sense of power and control. Menghabiskan uang membuat orang merasa menjadi lebih kuat. Entah itu menyerahkan segepok uang tunai atau menggesek kartu di mesin EDC, merupakan tindakan sederhana yang memberikan kekuasaan palsu.
- Prove self worth
Banyak orang mengukur kepuasan batinnya dengan barang-barang yang dimilikinya. Menghabiskan Rp 1.000.000 untuk pergi ke salon, Rp 2.000.000 untuk membeli baju-baju baru, Rp 1.500.000 untuk sepasang sepatu baru, dan Rp 500.000 untuk perawatan wajah per minggu, terdengar keterlaluan bagi kebanyakan orang.
Namun, bagi sebagian yang lain, hal itu membuat mereka merasa menghargai dirinya, merasa bahwa mereka layak melakukannya di dunia ini. Hal ini sering terjadi terutama pada orang-orang yang bekerja.
- Just can’t say no!
Yang satu ini adalah salah satu alasan yang paling sering kita dengar. Entah itu anak Anda meminta mainan terbaru, atau suami/isteri Anda yang menginginkan pakaian baru. Kita cenderung sulit untuk mengatakan TIDAK.
Editor: Sigit Kurniawan