Sembilan Tren Marketing di Indonesia yang Wajib Diketahui Marketeer

marketeers article

Berbicara soal dunia marketing, aktivitasnya tidak sekadar berjualan. Menekuni marketing berarti harus siap untuk memahami pasar yang setiap harinya selalu berubah. Sebab itu, Indonesia Marketing Association (IMA) memberikan panduan bagi para pemasar terkait dengan tren-tren pemasaran apa saja yang sekiranya akan terjadi di pasar Indonesia. Tren ini pun berlaku juga di pasar Asia Tenggara.

Simak sembilan tren marketing di Indonesia selama tahun 2019 berikut ini:

  1. CRM berbasis Artificial Intelligence semakin populer

Peran Artificial Intelligence (AI) telah membantu perusahaan untuk mempersonalisasikan hubungan mereka dengan pelanggan. Dengan menggunakan AI, perusahaan dengan jumlah pelanggan yang besar dapat mengumpulkan dan menyusun data dari pelanggan mereka dan menggunakannya untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan membangun hubungan yang kuat.

“Mesin hari ini bisa membaca kecenderungan perilaku konsumen. Mereka bisa meredefinisikannya ke dalam sistem Client Relationship Management (CRM). Ini akan kian populer di industri juga jasa, seperti medis, atau pun consumer goods,” ujar Presiden IMA De Yong Adrian.

  1. 2. Meningkatnya popularitas dan adopsi strategi OMNI

Langkah raksasa e-commerce mengakuisisi ritel konvensional menandakan semakin pentingnya metode pemasaran OMNI yang mengintegrasikan online dan offline marketing. Ritel konvensional bisa mengembangkan strategi OMNI dengan memberikan pengalaman belanja dari memilih hingga membayar senyaman mungkin.

Hal lain pun bisa dilakukan, semisal peritel offline dapat membangun persepsi brand mereka di media sosial sehingga menghasilkan banyak follower. Dari situ mereka bisa membuat kampanye sesuai karateristik follower sehingga tidak hanya sekadar follow, engagement pun bisa dihidupkan. Hal ini pun bisa membantu peritel untuk memperkirakan seberapa besar jumlah pelanggan atau pun calon pelanggan mereka.

  1. Meningkatnya popularitas intrapreneur

Banyak profesional mengambil risiko untuk memulai perusahaan mereka sendiri. Namun, persentase startup yang berhasil sangat kecil dan kebanyakan mereka gagal. Untuk menghindari situasi seperti itu, banyak perusahaan mulai mendorong para profesional mereka untuk menjadi intrapreneur. Para profesional didorong untuk mengambil risiko yang lebih besar, sebagai imbalannya, mereka ditawari berbagai manfaat intrapreneurship dari kepemilikan bersama di perusahaan yang baru dibuat, rumah dan insentif lainnya.

  1. Penggunaan pembayaran digital kian masif

Setelah dirasakan manfaatnya para pengguna e-commerce, pembayaran lewat platform digital kini punya peran baru. Beberapa perusahaan telah menjajaki kemungkinan platform pembayaran digital sebagai saluran distribusi untuk dana kredit. Jenis pinjaman ini akan menarik bagi peminjam jika biaya dana lebih ekonomis. Di sisi lain, dengan menganalisis data tentang pola perilaku pengguna dapat membantu pemberi pinjaman untuk meminimalkan risiko yang terkait dengan dana pinjaman.

“Selain itu, perusahaan hari ini melihat bahwa pembayaran digital telah menciptakan efisiensi cost yang lebih baik ketimbang pembayaran tunai,” tambah De Yong.

  1. Pasar Halal semakin kompetitif

Meningkatnya popularitas gaya hidup halal di Indonesia mendorong semakin ketatnya persaingan di sektor ini. Negara yang bersaing tidak hanya berasal dari negara mayoritas muslim, tetapi juga minoritas.

Negara-negara ini mencoba memantapkan posisinya sebagai negara dengan gaya hidup halal di berbagai kategori termasuk menciptakan standar baru.

Indonesia bisa menjadi negara tersebut, dengan tidak hanya menjadi pasar tetapi juga menancapkan eksistensinya dengan memproduksi berbagai produk halal. “Negara non-muslim pun sudah gencar memerhatikan produk halal, khususnya untuk komoditas ekspor mereka. Begitu juga di sektor pariwisata mereka,” jelas De Yong.

  1. Popularitas produk berdasarkan generasi meningkat

Pemasar hari ini dihadapkan oleh konsumen dengan generasi yang berbeda. Terhitung ada 4 generasi yang eksis saat ini, baby boomers, Gen X, Gen Y, dan Gen Z. Setiap generasi memiliki daya beli dan karakter yang berbeda. Dan, kondisi ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pemasar untuk mendiversifikasi sumber pendapatan mereka.

  1. Berkembangnya bisnis dengan dampak sosial

Pelanggan yang selalu terhubung dengan internet cenderung membuat keputusan yang dipengaruhi oleh penilaian emosional. Sementara jarang brand bisa terlibat emosional dengan pelanggannya. Untuk membedakan diri dari kompetitor, kini lebih banyak brand mengadopsi tanggung jawab sosial sebagai salah satu dari banyak cara untuk melibatkan pelanggan mereka.

Inisiatif sosial ini, memungkinkan mereka untuk bercerita tentang bisnis mereka melalui berbagai platform media sosial. Ini membantu menciptakan relevansi dan keterikatan emosional bagi perusahaan-perusahaan ini untuk memasarkan merek mereka.

  1. Penyedia berbagai atraksi wisata kian bertambah

Jika dulu para pemasar dunia pariwisata hanya destinasi, berupa keunikan alam, saat ini kreasi yang dihasilkan wilayah tertentu menjadi daya jual pariwisata. Hal ini jamak dikenal sebagai atraksi. Atraksi yang unik dari sebuah daerah pun seringkali menjadi stimulus untuk mendatangkan banyak wisatawan, baik lokal maupun manca negara.

  1. Adopsi prinsip Industri 4.0

Indonesia mulai mengarah ke prinsip Industry 4.0 pada tahun 2018. Di pra era Industri 4.0, kesulitan terjadi karena aktivitas dan operasional bisnis terkendala luasnya Indonesia yang dibagi banyak laut.

Prinsip Industri 4.0 pun mencoba mengikis hal tersebut dan menyediakan solusi. Dipromosikan pada tahun 2018, penerapan paham Industry 4.0 ini akan diadopsi oleh lima sektor industri yang menyumbangkan sekitar 60% GDP pada 2019.

Dalam jangka pendek, Indonesia tidak hanya bergabung dengan negara maju untuk mendigitalisasi konsep business to consumer, tetapi juga mendigitalisasi konsep business to business.

https://www.youtube.com/watch?v=XLtNzBt10WM

 

Related