Semen Indonesia Pastikan Tidak Ada Double Brand Miliknya Yang Saling Bersaing

marketeers article
36913453 cement mixer machine at construction site, tools and sand

Saat ini, industri semen dalam negeri sedang berlebih pasokan hingga 40% yang membuat kompetisi menjadi sangat ketat. Di tengah ketatnya persaingan industri semen ini, hingga bulan Agustus 2018, Semen Indonesia mampu mencatatkan kinerja penjualan yang positif.

Volume penjualan mencapai 20,67 juta ton atau tumbuh 4% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 19,88 juta ton. Capaian penjualan tersebut terdiri dari penjualan dalam negeri sebesar 16,93 juta ton, ekspor sebesar 1,99 juta ton, serta penjualan dari Thang Long Cement Company Vietnam (TLCC) sebesar 1,75 juta ton.

Dinamika industri semen di Indonesia telah mengalami pergeseran dengan masuknya 8 pemain baru sejak 2015. Sebelumnya, hanya terdapat 7 produsen semen. Adanya pemain baru tersebut menyebabkan terjadinya over capacity  sebesar 30 juta ton, yang mana tingkat utilisasi industri tahun 2017 hanya sebesar 65%.

Direktur Marketing & Supply Chain Semen Indonesia Adi Munandir mengatakan bahwa Semen Indonesia terus melakukan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan. ”Kami melihat adanya potensi perbaikan melalui penguatan fungsi Semen Indonesia sebagai Holding Company. Kami tidak lagi memandang bahwa Semen Indonesia terdiri dari 3 perusahaan semen di Indonesia yang terpisah-pisah dan fokus untuk mengoptimalkan kinerja Semen Indonesia secara terkonsolidasi.”

Sejak Januari 2018, seluruh kegiatan pemasaran dan supply chain dipusatkan di Holding Company. Ia memastikan tidak lagi terdapat double brand milik Semen Indonesia yang saling bersaing di pasar yang sama.

Hal ini terjadi sebelumnya ketika dapat ditemukan brand Semen Gresik dan Semen Padang bersaing di Jakarta. Terjadi juga pada Semen Gresik dan Semen Tonasa yang sama-sama dijual di Bali. Kondisi ini akan menambah tekanan persaingan di pasar dan berakibat pada persaingan harga jual.

“Semen Indonesia melakukan rerouting atas jalur distribusi yang mampu memberikan biaya transportasi yang paling efisien. Kami juga melakukan renegosiasi dengan mitra penyedia jasa transportasi untuk menyesuaikan jenis kontrak seperti apa yang lebih efisien bagi perusahaan,” pungkasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related