Industri pertambangan, mineral, dan batu bara menjadi salah satu industri yang masih dapat beroperasi selama pandemi. Meski tidak mengalami tantangan berarti di sisi supply, nyatanya demand yang menurun dari beberapa negara yang terdampak COVID-19 membuat pebisnis batu bara di Indonesia kewalahan. Namun, sentimen positif mulai terlihat sejak kuartal IV-2020.
Hendra Sinadia, Executive Director Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA) menjelaskan, hal ini terlihat ketika China mulai melonggarkan kuota impor akibat perekonomian nasional mereka yang mulai membaik.
“Jika dilihat secara bertahap, batu bara masih menjadi energi termurah untuk satu hingga dua dekade ke depan. Indonesia juga merupakan eksportir terbesar. Seiring dengan pulihnya perekonomian dunia dan dilakukannya uji coba vaksin, sentimen positif pun mulai terlihat,” jelas Hendra dalam sesi Industry Outlook 2021 di gelaran virtual MarkPlus Conference 2021, Kamis (10/12/2020).
China misalnya, ketika perekonomian mereka berhasil mengalami rebound, hal ini berdampak besar pada bisnis batu bara Indonesia. Pasalnya, 33%-35% ekspor Indonesia diserap oleh China. “Harga batu bara akan naik seiring dengan pemulihan ekonomi di China. Nah, ini yang memberikan sentimen memasuki 2021,” pungkas Hendra.
Dua minggu lalu, APBI juga telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan asosiasi pertambangan batu bara di China dan disaksikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan.
Upaya Government to Government (G2G) ini diharapkan dapat membantu pemain batu bara di Indonesia untuk memperoleh prioritas dalam melakukan ekspor ke China.
Menilik prediksi harga batu bara di tahun depan, Hendra meyakini akan terjadi kenaikan, meski belum dapat kembali seperti 2019. “Namun setidaknya, akan lebih baik dari 2020,” tutup Hendra.