Keseluruhan indra manusia merupakan pintu masuk berbagai stimulan yang memicu respons dari otak. Stimulasi tersebut menjadi sebuah pengalaman indra yang apabila begitu kuat atau dilakukan secara konstan akan membuat otak merekamnya, baik sebagai memori baik dan buruk. Tergantung, bentuk stimulasi tersebut.
Dalam dunia pemasaran, tentunya stimulasi atau suatu pengalaman yang ditujukan untuk memicu otak dibuat yang menyenangkan. Sebab, secara alami otak manusia mencari segala sesuatu yang menyenangkan. Inilah yang kemudian memunculkan konsep multisensory marketing yang sudah diterapkan oleh berbagai industri, terutama hospitality.
Bobobox merupakan salah satu pemain di industri tersebut yang menerapkan multisensory marketing. Menurut Co-Founder & CEO Bobobox Indra Gunawan kehadiran Bobobox bermula dari adanya ketimpangan antara tingginya kebutuhan masyarakat untuk istirahat berkualitas dengan kurangnya fasilitas penunjang yang mudah diakses dan juga compact.
Selain itu, Bobobox lahir di tengah zaman yang dinamis, serba cepat, serta fenomena hustle culture. Untuk memperkuat pengalaman dari para pengunjung, maka diterapkan multisensory marketing. “Secara keseluruhan, objektif dari penerapan multisensory marketing adalah untuk memberikan pengalaman beristirahat yang berkualitas, unik, serta memorable bagi pengunjung kami,” terang Indra dalam jawaban tertulis yang disampaikan ke Marketeers.
Ide besar dari penerapan multisensory marketing di Bobobox adalah untuk menjadikan customer journey tamu hotel konvensional yang cenderung lebih kompleks, menjadi lebih sederhana, praktis, namun tetap bermakna bagi tamu. Hal ini diwujudkan melalui pengintegrasian sistem IoT dan aplikasi yang dapat membantu pelanggan selama proses pemesanan, check-in, akses pintu, kontrol
ruangan, hingga check out.
Ada berbagai penerapan multisensory marketing di Bobobox. Salah satunya adalah penggunaan mood lamp yang menyasar indra penglihatan (sight). Bobobox menerapkan sistem pencahayaan yang mereka install di dalam kamar pengunjung yang dapat menghasilkan warna cahaya sesuai dengan preferensi dan mood yang ingin konsumen bentuk. Pengunjung bisa mengatur pencahayaan sendiri melalui aplikasi Bobobox maupun fitur BPad yang ada di dalam kamar.
Kemudian, menyediakan fitur sound meditation yang dapat memutar serangkaian suara alam di dalam kamar pengunjung. Ini merupakan upaya memberi stimulasi ke indra pendengaran (sound). Fitur tersebut untuk membantu tamu membangun mood dengan baik sebelum beristirahat, serta memberikan pengalaman relaksasi bagi tubuh dan pikiran secara lebih optimal.
Lalu, ada smart window yang merupakan penerapan multisensory marketing untuk menggarap indra penglihatan (sight). Smart window adalah sebuah jendela yang menyuguhkan pemandangan alam dengan ukuran yang besar. Jendela pintar ini dihadirkan untuk memberikan pengalaman beristirahat di tengah alam sekitar yang dapat dirasakan langsung, bahkan saat pelanggan sedang beristirahat di dalam kabin. Smart window ini diterapkan di Bobobox Hotel dan Bobocabin.
“Khusus Bobocabin, kami memastikan semua lokasi yang kami kembangkan menyuguhkan panorama alam yang indah sehingga tamu kami dapat mendapatkan pengalaman yang standar di masing-masing lokasi Bobocabin. Untuk menjamin konsistensi pengalaman multisensory, kami juga memastikan baik Bobobox dan Bobocabin memiliki sistem dan IoT yang sama dan terstandarisasi di semua cabang Bobobox dan Bobocabin,” jelas Indra.
Ia menambahkan, Brighton and Sussex Medical School meneliti tujuh belas orang dewasa menggunakan pemindai resonansi magnetik. Mereka diperdengarkan lima jenis suara alam dan lima jenis suara buatan manusia. Ada tanda yang membuktikan penurunan tekanan
psikologis seperti stres, trauma, dan depresi, ketika mereka mendengar suara alam.
“Berpadu dengan pengalaman relaksasi yang hanya dapat dinikmati di Bobobox dan Bobocabin, kami ingin merayu konsumen agar dapat melakukan pemesanan dan reservasi kembali di Bobobox untuk menikmati pengalaman tersebut,” pungkasnya.