Proses Wearing Klamby sampai di London Fashion Week bukan terjadi dalam semalam. Merek ini harus merasakan jalan terjal perjuangan hingga mendapat pengakuan internasional.
Namun, pencapaian global bukanlah tujuan awal dari merek ini. Sederhana, desakan finansial yang membuat Nadine Gaus, Creative Director dan Founder Wearing Klamby memulai usaha ini.
Waktu itu, sang ayah terkena pemutusan hubungan kerja sehingga membuat Nadine harus memutar otak untuk menyeimbangkan kondisi finansial. Padahal, saat itu terjadi, ia sedang menempuh pendidikan di bangku kuliah.
Untungnya, Nadine memiliki ketertarikan pada dunia fesyen dan mulai menekuni bisnis di bidang ini pada tahun 2013.
“Modal awal Rp 200 ribu dan membuat bisnis awul-awul (baju thrifted). Akhirnya, terkumpul dana untuk membeli mesin jahit bekas hingga bisa merekrut tiga karyawan untuk pola, jahit, dan finishing. Mulailah bisnis berjalan, namun masih menggunakan sistem preorder. Sejak, tahun 2016 baru berubah sistem menjadi ready stock. Lalu, pada tahun 2021 mulai membuat offline store,” ujar Nadine.
Klamby merintis popularitas melalui busana muslim rancangannya. Lalu, melebar ke busana umum.
Di bawah komando Nadine dan suami, Muhamad Ridho, Managing Director dan Co-Founder Wearing Klamby, keduanya membawa merek ini naik ke level lebih tinggi pada tahun 2016. Bahkan, tahun tersebut bisa dibilang merupakan awal masa keemasan.
Namun, layaknya usaha kecil dan menengah (UKM), biasanya sangat bergantung pada pemiliknya. Terbukti, ketika Nadine sedang fokus mengerjakan skripsi, bisnis Wearing Klamby terbengkalai.
Mobil yang sudah terbeli dari hasil bisnis baju ini terpaksa harus dijual untuk menggaji karyawan sekitar tiga bulan karena tidak ada penjualan. Lalu, apa yang membuat Klamby unik?
Nadine menjelaskan produknya memiliki identitas yang sangat Indonesia. Menurut Nadine, tidak mudah untuk merancang setiap busana di Wearing Klamby dengan menjaga identitas merek yang sudah terbentuk hingga sekarang.
“Unique selling point dari Wearing Klamby adalah identitas Klamby yang sangat Indonesia dan cukup sulit ditemui. Sebenarnya, sedikit tricky untuk menggabungkan antara hal-hal yang berbau Indonesia dengan keinginan konsumen yang ingin terlihat modern. Tapi, itu bisa terjawab di Wearing Klamby,” katanya.
Rahasia Wearing Klamby bisa melejit pada tahun 2016 bukan hanya terletak pada desain busana yang dijual. Namun, pada dengan membentuk citra merek yang baik melalui prestasi dan dampak sosial.
“Produk sebagus apa pun, tanpa pemasaran yang baik, penjualan tidak akan optimal,” katanya.
Selengkapnya di Majalah Marketeers Edisi November 2022.
Editor: Ranto Rajagukguk