Seperti Apa Bisnis Disney di Indonesia?

marketeers article
25386200 milan, italy january 20: mickey mouse amplifiers for cell phones on display at homi, home international show and point of reference for all those in the sector of interior design on january 20, 2014 in milan.

Rasanya tidak ada yang tidak tahu soal Disney. Mendengar Disney pun sudah pasti ingatan akan langsung tertuju ke karakter tikus unik bernama Mickey Mouse, yang memang menjadi ikon Disney sejak dulu. Maka jangan heran jika Disney sering juga disebut The Mouse House.

Jaringan bisnisnya sampai saat ini pun beragam, mulai dari film, merchandising, sampai theme park dengan skala global. Bahkan beberapa tahun terakhir jaringannya kian menggurita setelah mengakuisisi brand Star Wars dan Marvel. Di Indonesia Disney juga hadir lewat representatifnya. Apa saja bisnis mereka di sini?

“Ada empat bisnis Disney secara global, yaitu film, ritel dan licensing, sampai theme park. Kami mewakili ritel dan licensing. Sementara, bisnis theme park belum ada di sini. Jadi, kami memberikan lisensi bagi merek yang ingin produknya memiliki gambar karakter-karakter dari Disney. Sektornya beragam, tapi paling banyak fesyen dan makanan serta minuman. Jadi, misal ada merek fesyen ingin ambil lisensi agar ada gambar Mickey Mouse di produk kaosnya bisa hubungi kami,” ujar Country Director Retail and Licensing PT Walt Disney Indonesia Mochtar Sarman di Jakarta pada Jumat (12/8/2016).

Terlihat simpel dan tinggal menunggu untuk didatangi brand yang mau karena nama besar Disney, ternyata tidak juga. Soal banyak merek yang mendatangi untuk ambil lisensi memang tidak salah, tapi tetap Mochtar melakukan pendekatan dengan merek-merek terutama dari sektor makanan dan minuman yang sangat potensial.

Selain itu kompetisi juga ternyata cukup ketat karena banyak sekali karakter seperti Spongebob ikut berbisnis di Indonesia, termasuk Upin dan Ipin. Namun, cukup berkah bagi Disney selain karena punya nama besar, akuisisi Marvel dan Star Wars menjadi berkah tersendiri karena segmen dewasa bisa mereka garap.

“Enam tahun lalu, sedikit yang tahu Iron Man. Sekarang, karakter-karakter Marvel sudah sangat dikenal. Yang sedang digarap untuk lebih berkembang adalah karakter-karakter dari Star Wars. Karena biasanya hanya fanboy saja yang tahu,” sambung Mochtar.

Lalu karakter mana yang paling laris diberikan lisensi? “Dari banyak karakter kami, seri Princess dan Frozen paling laris. Kami tidak menjual karakter satu per satu, tapi satu paket. Seperti Captain America harus bersama The Avengers dan Mickey harus bersama Donald, Goofy, dan kawan-kawan,” terangnya.

Soal bisnis ritel dan licensing ini, Mochtar menegaskan bahwa skemanya tidak cuma brand datang membeli lisensi lalu selesai sudah barang dijual. Jasa konsultasi pun diberikan, seperti ikut menentukan positioning dari produk dijual sesuai dengan karakter digunakan. Misal jika produk dijual ternyata pasarnya tidak cocok, Disney Indonesia akan memberikan gambaran pasar yang tepat termasuk soal harga.

Dari lisensi itu, Disney kemudian mengambil biaya dari harga barang terjual. Menurut Mochtar kisarannya 15% untuk Disney. Tapi, tentu beragam tergantung barang apa yang dijual. “Sebenarnya dibanding kompetitor, biaya lisensi kami cukup tinggi. Kami benar-benar punya keunggulan pada nama. Yang jelas, kami tidak akan pasang lisensi di barang seperti obat, jamu, sampai susu anak-anak. Mengapa? Misalnya, obat ternyata tidak manjur dan malah menimbulkan masalah, nama Disney yang dipertaruhkan,” tutup Mochtar.

Editor: Sigit Kurniawan

Related