Para pemain di industri properti Tanah Air tengah menghadapi masalah serius. Namun tidak sedikit dari para pemain optimistis bahwa tahun 2018 akan menjadi tanda dari kebangkitan industri ini. Booming sektor properti pun diprediksi akan segera kembali.
Jika dilihat, industri properti Tanah Air kondisi sedang lesu. Namun, banyak pemain yang masih optimistis dan terus gencar melakukan langkah strategis guna menjaga pertumbuhan bisnis mereka. Mereka pun melihat dengan penuh harap bahwa tahun 2018 akan menjadi momentum bagi industri properti untuk bangkit.
Namun, tantangan tahun depan tidak main-main. Kondisi tahun 2014, yang sarat dengan kegiatan politik sudah pasti akan terjadi lagi pada tahun 2018 dan berikutnya. Mengingat, tahun depan ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di berbagai wilayah. Termasuk tiga daerah yang menjadi lumbung suara terbesar, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Bila tahun depan bisa dilewati dengan pertumbuhan, tantangan masih menghadang pada tahun berikutnya, yakni Pemilu Presiden pada tahun 2019.
“Semoga tahun depan properti bisa semakin menjadi andalan untuk ekonomi Indonesia. Meski tahun depan adalah tahun politik dan politik sulit ditebak, REI tetap optimistis industri ini akan bertumbuh positif,” ujar Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata.
Tidak bisa disangkal bahwa pada tahun ini, masyarakat, khususnya para investor cenderung menahan untuk berinvestasi. Hal ini terlihat dari mengendapnya uang masyarakat di perbankan.
“Ketika kami deteksi, ternyata uang di bank banyak sekali. Kami melihat bahwa kepercayaan masyarakat untuk membelanjakan uangnya itu rendah, khususnya di sektor properti. Baik sebagai investasi maupun untuk beli kebutuhan rumah. Istilahnya, mereka sedang wait and see-lah,” terang pria yang akrab disapa Eman ini.
Meski begitu, REI melihat sesuatu yang beda sejak akhir tahun lalu. Properti secara umum memang sedang lesu, namun banyak pemain yang mulai bangkit sejak Agustus 2017. Beberapa developer sudah mulai bangkit karena memiliki produk-produk baru. Eman menyebutkan, produk di lini harga berapa pun tumbuh saat ini, mulai dari yang Rp 500 juta hingga Rp 3,5 miliar.
Signal positif juga diperlihatkan oleh para pemain dengan meluncurkan berbagai produk baru mereka pada tahun yang dianggap sulit kemarin. Sebut saja Lippo Group dengan produk fenomenal mereka, Meikarta dan Sinarmas Land yang meluncurkan Nuvasa Bay sebagai proyek pengembangan kota mandiri di Batam dan Hyland. Lalu, ada Ciputra Residence dengan produk Citra Maja Raya yang dibangun di atas tanah 2.000 hektar dan siap menjadikan Maja sebagai kota baru.
Marketing Director Green Pramuka Jeffry Yamin menambahkan, para pemain melihat bahwa tahun 2018 akan berbeda dengan tahun-tahun politik sebelumnya. Menurutnya, masyarakat Indonesia dinilai sudah pandai dan belajar dari tahun-tahun politik sebelumnya. “Sehingga, mulai akhir tahun ini sampai tahun depan akan menjadi cikal bakal bertumbuhnya industri properti. Sebelum tahun 2019, jika semua berjalan baik, industri properti Tanah Air akan kembali booming,” jelas Jeffry.
Selain mengenai kedewasaan berpolitik masyarakat kita yang sudah membaik, optimisme ini juga berkat pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan oleh pemerintah. Secara logis, ketika banyak proyek infrastruktur selesai, maka bisnis yang tumbuh segera adalah properti. Baru yang lain menyusul, seperti ritel, makanan, dan yang lainnya. Para pemain perbankan pun saat ini terlihat tengah berlomba mengobral suku bunga mereka agar masyarakat melakukan konsumsi, atau pinjam uang dari mereka.
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh President Director PT PP Properti Tbk Taufik Hidayat. Baginya, tahun 2018 itu lebih membuat dirinya optimistis bahwa industri ini akan lebih cerah. Parameternya adalah kepercayaan diri pemerintah yang memasang target pertumbuhan ekonomi hingga 5,4%. Selain itu, banyak proyek infrastruktur yang bakal rampung pada 2018.
“Tahun 2017, Indonesia masuk investment grade. Maka satu sampai dua tahun ke depan, berdasarkan teori pertumbuhan, properti akan booming. Siklus lima tahunan booming-nya properti pun akan terjadi. Dan, tahun depan akan jauh lebih bersinar,” ucap Taufik optimistis.
Bukan hanya pemain di dalam negeri, pemain luar pun melihat Indonesia sebagai pasar yang cerah. Dalam lima tahun terakhir, banyak sekali pemain luar negeri yang masuk dari Jepang, China, Hong Kong, dan Singapura. Mereka ada yang datang sendiri, ada pula yang melalui skema joint venture.
Sejauh ini, pengembang asing jarang sekali yang benar-benar sukses di Indonesia lantaran harga tanah di negeri ini tidak dimiliki oleh pemerintah. Jadi, ketika mereka membeli tanah, mesti membelinya dari swasta. Alhasil, cost of fund pun menjadi tidak murah. Karenanya, mereka lebih banyak yang melakukan joint venture dengan pengembang lokal.
“Saya mengamati, investor menganggap negeri ini memberikan prospek cerah. Negeri ini sekarang dianggap lebih bagus di segala bidang, termasuk properti,” kata Candra Ciputra, CEO Ciputra Group.
Nada lain disampaikan oleh Collier International. Menurut riset mereka, para pemilik produk baru mengalami pertumbuhan yang hanya sesaat. Biasanya proyek properti baru mencatatkan angka yang impresif di awal masa penjualan. Hal ini karena posisinya sebagai barang baru dengan harga awal dan upaya marketing yang sangat menggoda konsumen.
“Tapi biasanya, beberapa bulan kemudian akan mulai melambat karena kerap mengoreksi harga. Ekspektasi dari pembeli pun di saat itu mulai berkurang lantaran capital gain yang mulai berkurang,” ujar Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto.