Serangan Siber Turunkan Pendapatan Perusahaan 1%-2%

marketeers article

Tentu masih lekat di ingatan dahsyatnya serangan siber ransomware ‘WannaCry’ beberapa waktu silam. Serangan itu menginfeksi dan mengenkripsi lebih dari 200.000 komputer di 99 negara yang berlanjut dengan tuntutan tebusan dalam 20 bahasa.

Serangan tersebut menyasar berbagai korporasi besar, universitas hingga kementerian sejumlah negara. Indonesia tak luput menjadi target paska diserangnya sejumlah komputer di berbagai rumah sakit umum.

Setelah kejadian global tersebut, menarik untuk mengetahui bagaimana persepsi pimpinan senior korporasi global dalam menghadapi serangan siber yang menjadi isu utama di era industri 4.0. Pasalnya, berbagai sektor industri telah menerapkan IoT (Internet of Things) dalam basis operasional sehari-hari mereka.

Adam Shrok, Managing Director of Cyber Risk Grant Thornton US memaparkan bahwa WannaCry memberi semua pelajaran penting untuk selalu menganalisis dan menempatkan pembaruan keamanan pada komputer dan perangkat seluler.

“Sebab, begitu malware berada di dalam sebuah organisasi, mereka akan segera menyebar. Penting untuk bereaksi cepat dan membatasi kerusakan yang timbul,” papar dia.

Ia melanjutkan, jumlah serangan siber secara global memang belum meningkat secara dramatis pada tahun lalu. Meskipun begitu, Grant Thornton mencatat kenaikan serangan sebesar 6,8% sejak tahun 2015.

“Dampak terhadap pendapatan perusahaan-perusahaan relatif masih kecil. Dunia usaha melaporkan hanya penurunan pendapatan perusahaan sebesar 1%-2% yang diakibatkan oleh serangan siber,” tambah Adam.

Laporan Grant Thornton International Business Report (IBR) menunjukkan perubahan siginifikan atas pandangan para pimpinan senior perusahaan terhadap bagaimana serangan siber akan memengaruhi bisnis mereka. Hal ini seperti yang tergambar pada tabel berikut:

Keamanan Siber di Indonesia

Dengan populasi besar dan roda ekonomi yang berputar pesat, Indonesia juga menjadi salah satu target utama serangan siber. Khususnya, yang dilakukan oleh peretas internasional.

Berdasarkan laporan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure Coordinator Center, tercatat jumlah serangan dari luar Indonesia mencapai  lebih dari 205 juta serangan sepanjang tahun 2017 dengan serangan paling banyak berasal dari malware.

“Sangat penting untuk menyadari bahwa setiap bisnis tidak pernah bisa 100% aman dari serangan siber,” ujar Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia.

Ia juga menegaskan bahwa tingkat toleransi risiko yang dimiliki pelaku bisnis juga berperan besar akan strategi perusahaan menghadapi serangan siber. “Dengan teknologi yang selalu berubah, serangan siber beradaptasi dengan cepat tanpa mengenal batasan fisik, lokasi, dan waktu untuk menyerang,” tutup dia.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related