Pemerintah telah resmi menghentikan ekspor bahan baku nikel mentah seiring industri hilirisasi di dalam negeri. Tujuannya untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menuturkan hasil dari kebijakan tersebut pendapatan negara meroket berkali lipat. Dengan demikian, langkah tersebut akan terus diperluas pada komoditas timah dan bauksit yang akan dihentikan ekspornya mulai tahun ini.
BACA JUGA: Optimalkan Cadangan Nikel, Pertamina Dukung Ekosistem Baterai EV
“Kami sekarang lebih fokus untuk melakukan hilirisasi terhadap komoditas sumber daya alam. Sebelum dilakukan penghentian ekspor nikel, dulu pendapatan kami hanya US$ 3,3 miliar. Tapi begitu ekspor nikel disetop dan dilakukan hilirisasi, pendapatan kami dari nikel mencapai US$ 30 miliar,” kata Bahlil melalui keterangannya, Jumat (19/5/2023).
Menurutnya, dengan kebijakan hilirisasi membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara-negara anggota G20. Tercatat, pada tahun lalu pertumbuhannya sebesar 5,31% dengan angka inflasi yang masih dapat ditekan di bawah 6%.
BACA JUGA: Bahlil Lahadalia Usulkan Ada OPEC Negara Penghasil Nikel
Angka pertumbuhan ekonomi ini masih berpeluang untuk terus ditingkatkan seiring konsistennya hilirisasi di Indonesia. Ke depan, kata Bahlil, untuk mendorong hilirisasi akan dibangun ekosistem mobil listrik di Tanah Air.
Langkah tersebut terus digaungkan lantaran sebanyak 25% cadangan nikel dunia berada di perut bumi Nusantara. Bahlil memastikan peta jalan untuk menjadi salah satu produsen kendaraan listrik telah disusun pemerintah.
“Maka dari itu, saya menawarkan agar bisa ikut mengambil bagian dan sampai dengan 2040 menuju Indonesia emas, masterplan desain pengelolaan investasi yang mengarah kepada hilirisasi pada delapan sektor komoditas unggulan yang potensi nilainya mencapai US$ 545,3 miliar,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk