Si Perut Laper Jadi Strategi Jawa Barat Agar Tak Ada Lahan Merugi
Tak perlu takut merugi, berinvestasi di sektor pertanian dan perkebunan di Jawa Barat kini kian pasti. Selain faktor alam yang mendukung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki aplikasi Si Perut Laper yang siap membantu para investor memperhitungkan kesesuaian lahan dan komoditas yang dipilih.
Berinvestasi di sektor pertanian dan perkebunan di wilayah ini pun kian menjanjikan. Apalagi, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat kini memiliki aplikasi Si Perut Laper (Sistem Informasi Peta Peruntukan Lahan Perkebunan) yang bisa memperhitungkan secara jelas kesesuaian jenis lahan dengan produk yang ditanam.
Bukan inovasi abal-abal, Si Perut Laper berhasil masuk Top 45 inovasi Pelayanan Publik 2019 dari Kementerian Pendayagunaan Negara Aparatur dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. Inovasi ini berangkat dari dua persoalan utama yang dihadapi para petani di lapangan. Faktanya, para petani kerap mempertanyakan apakah lahan yang mereka miliki sesuai dengan komoditas yang ditanam dan apakah komoditas yang ditanam sesuai untuk lahan yang ada. Alhasil, hal ini menyebabkan produksi komoditas yang ditanam belum optimal. Padahal, hasil produksi ini masih bisa ditingkatkan.
Tidak hanya itu, para petani juga cenderung terpaku pada permasalahan kekurangan pupuk, gangguan iklim yang tidak menentu, dan serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Hampir tidak pernah terpikirkan tentang kesesuaian lahannya. Wajar saja, karena setiap komoditas yang ditanam selalu tumbuh walau produksi tidak seperti yang diharapkan. Melalui inovasi Si Perut Laper, para petani maupun calon investor dapat memastikan kondisi lahan.
“Dengan sistem ini kita bisa memastikan kondisi lahan seperti cuaca, kemiringan, dan jenis komoditas yang pas untuk masyarakat. Tidak hanya membuat lahan bisa produktif dan menyelamatkan lingkungan, tapi juga warga desa tidak perlu lagi untuk hijrah ke kota,” ujar Gubernur Provinsi Jawa Barat Ridwan Kamil.
Bicara soal skema kerja aplikasi ini, Si Perut Laper dapat menampilkan informasi kesesuaian lahan dan komoditas, mulai dari lahan sesuai (S1), cukup sesuai (S2), kurang sesuai (S3), hingga tidak sesuai (N).
Si Perut Laper juga mampu memberikan solusi rekayasa faktor pembatas melalui rekomendasi pengelolaan lahan secara mekanik dan vegetative. Informasi tersebut diharapkan dapat menjawab pertanyaan petani dalam memanfaatkan lahan secara optimal.
Sebagai contoh, ketika calon investor ingin menanam kopi di lahan perkebunan di Pangalengan, mungkin akan ada sejumlah pertanyaan yang ditimbul di dalam benaknya. Pertama, apakah tanaman tersebut pasti tumbuh? Jawabannya tentu tumbuh karena Jawa Barat memiliki lahan yang subur. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah berapa besar hasil produksi yang bisa bisa didapat? Apakah sesuai harapan atau tidak?
Dengan menggunakan Si Perut Pintar, calon investor hanya perlu memasukkan alamat lokasi lahan ke dalam aplikasi dan memilih jenis komoditas yang ingin ditanam. Tak perlu waktu lama, calon investor dapat langsung melihat kesesuaian lahan dengan komoditas yang ingin ditanam. Si Perut Laper akan memaparkan informasi mengenai faktor-daktor pembatas yang dimiliki lahan, misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, ketersediaan oksigen, retensi hara, temperatur udara, dan curah hujan. Para petani dan investor pun bisa merancang strategi yang tepat sasaran.
Dalam pelaksanaannya, inovasi ini menggunakan teori pentahelix, yakni kolaborasi dari lima stakeholder yang bersatu membangun kebersamaan dalam pembangunan. “Semua pihak terlibat, kita gunakan teori pentahelix. Jadi akademisi, pemerintah, komunitas, pebisnis dan media bergabung dalam memberikan kesejahteraan dan keadilan sosial,” kata Emil.
Siti Purnama, Kepala Seksi Penataan Lahan Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat mengatakan, sistem ini membuat produktivitas lahan dan warga meningkat. Sekaligus, menyelamatkan lingkungan dari ancaman longsor.
Pasalnya, aplikasi ini tidak hanya memberikan informasi apakah lahan tersebut sesuai atau tidak, melainkan memberikan penjelasan lebih lanjut yang menjelaskan alasan kenapa lahan tersebut tergolong sesuai atau tidak.
“Aplikasi ini juga memberikan rekomendasi atau solusi atas permasalah lahan tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi kami, untuk komoditas kopi saja terjadi peningkatan penyerapan pupuk dari 30% mencapai 90% berkat implementasi aplikasi ini,” terang Siti.
Sementara, data yang dihimpun Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat menemukan, secara rata-rata setelah inovasi ini diterapkan, terjadi peningkatan produktivitas mencapai 60%, diikuti dengan peningkatan serapan pasar terhadap produk (59%), dan peningkatan pendapatan petani (86%).
Aplikasi ini telah memasuki versi kedua dan akan terus berkembang ke versi-versi selanjutnya. Di versi ketiga nanti, Siti menargetkan agar aplikasi ini dikemas lebih mudah untuk dipahami para penggunannya. Sebagai contoh, penjelasan berupa analisis yang muncul pada hasil uji kondisi lahan dan komoditas yang dilakukan pengguna tidak hanya muncul berupa penjelasan tertulis. Melainkan, penjelasan dalam bentuk gambar dan video. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir faktor penghambat edukasi di lapangan.
Target yang ingin dicapai dari Si Perut Laper adalah tidak ada lagi lahan menganggur, lahan tidak produktif, lahan tidur, atau pun lahan benging di Jawa Barat pada tahun 2023. Diharapkan 100% petani perkebunan telah melakukan budidaya komoditas perkebunan pada lahan yang sesuai, ini berarti seluruh penghalang faktor pembatas yang selama ini hadir telah teratasi.