Warga Jakarta pada awal tahun 2015 ini harus sudah mempersiapkan diri dari terjangan banjir yang bisa sewaktu-waktu terjadi. Ketika banjir, perhatian semua orang akan beralih ke musibah ini. Bagaimana tidak, banjir bersifat merusak sehingga mampu melumpuhkan daerah yang dilaluinya dan membuat kegiatan masyarakat terganggu. Berangkat dari kondisi tersebut, sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia menciptakan aplikasi bernama Siaga Banjir.
“Banjir ini selalu terjadi di Jakarta dan masyarakat selalu menyalahkan pemerintah. Sejauh ini mereka mendapatkan informasi tentang banjir dari beberapa media. Kami ingin agar bukan mereka yang mencari informasi banjir, namun informasi yang datang ke mereka,” ujar Fauzan Helmi Sudaryanto, Product Captain Siaga Banjir saat ditemui dalam acara Student Start Up Icon 2015 di kantor MarkPlus, Jakarta, Sabtu (10/1/2015).
Siaga Banjir memberikan layanan terintegrasi untuk membantu warga Jakarta menghadapi musim banjir tahunan. Siaga Banjir mengumpulkan laporan banjir secaracrowdsource, melakukan pendaftaran posko bantuan banjir, mengumpulkan donasi, dan memberikan layanan notifikasi banjir berdasarkan lokasi di Jakarta.
Aplikasi ini sudah dibuat sejak Januari 2014. Siaga Banjir telah bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta. Awalnya, mereka memantau sekitar 14 pintu air yang ada di wilayah Jakarta untuk mengetahui status ketinggian air, apakah statusnya normal, rawan, waspada, atau kritis yang kemudian diinformasikan kepada pengguna.
Saat mereka mempublikasikan aplikasi ini di Google Play, mereka tidak menyangka bahwa karya mereka mendapatkan respons postif dari netizen. Mereka bisa tahu apabila pintu air berstatus waspada, 2-3 jam ke depan akan ada daerah yang terkena banjir. Dari hal tersebut, mereka terus belajar ternyata aplikasi Siaga Banjir ini berguna bagi masyarakat.
Usaha mereka dalam menciptakan aplikasi ini mengantarkan mereka meraih Grand Prize Winner di London pada ajang Code For Resilience yang diselenggarakan oleh Global Facility For Disaster Reduction and Recovery (GFDRR) of World Bank Group. Sejak saat itu, kami memantapkan ide untuk membuat sebuah platform untuk saling berbagi informasi mengenai banjir.
Pada 2 Januari lalu, mereka mencari tahu apakah ada yang bersedia membayar informasi yang diberikan Siaga Banjir dengan merilis fitur informasi banjir radius 2,5 km. “Waktu itu meluncurkan fitur di Facebook, dalam 2 hari terdapat 12 pelanggan, 8 di antaranya memilih membayar sebesar Rp 50.000 (one time payment). Dari 8 pelanggan tersebut, hanya ada satu yang memang teman saya. Mulai saat itu saya percaya bahwa mereka membutuhkan informasi walaupun belum banjir, apalagi saat sudah banjir,” tambah Fauzan.
Fauzan menambahkan, pada tahun 2015 ini, Siaga Banjir akan melakukan monetizing. Hal ini karena ide mereka sudah tervalidasi, yaitu mereka memiliki ide, memiliki aplikasi, dan ada yang bersedia membayar. Saat ini, Siaga Banjir sudah memiliki partner yang akan membantu memasarkan Siaga Banjir melalui media offline dan online. Target tahun 2015 ini, aplikasi Siaga Banjir memiliki 2.000 pengguna yang berlangganan dengan membayar Rp 50.000 sehingga akan menghasilkan Rp 100 juta. Fauzan mengaku masih menunggu untuk meluncurkan aplikasi pada tahun ini karena aplikasi ini akan benar-benar diluncurkan ketika Jakarta terkena banjir.