Rasio kredit bermasalah atau non performing financing (NPF) perbankan syariah melejit naik menjadi 4,7% hingga Juni 2015 lalu. Sebagai salah satu pemain, BNI Syariah punya cara tersendiri agar tak terjerembab problem kredit macet.
Presiden Direktur BNI Syariah Dinno Indiano mengatakan, hingga awal Oktober 2015, NPF BNI Syariah berada di level 2,6%, naik 0,7% dari Desember 2014. Kendati meningkat, NPF BNI Syariah tergolong baik, bila dibandingkan dengan rerata NPF industri syariah nasional yang ahmpir mendekat ambang batas 5%.
Untuk membendung kenaikan NPF, Dinno mengatakan pihaknya melakukan monitoring kualitas pembiayaan. “Kami monitor secara keseluruhan pembiayaan yang ada, bukan semata mengejar pertumbuhan aset (pembiayaan),” paparnya kepada Marketeers di Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Menurutnya, dengan situasi ekonomi yang melemah, perbankan syariah harus mengerem pembiayaan. “Meskipun bank katanya melihat kualitas pembiayaan, buktinya bank syariah, NPF-nya menembus 4,7%. Jauh lebih tinggi dari pada NPL (noan performing loan) bank umum yang hanya 2%,” tegasnya.
Salah satu langkah yang dilakukan BNI Syariah agar NPF tak meroket adalah dengan fokus pada pembiayaan griya, khususnya penyaluran perumahan pertama. Maklum saja, NPF subsektor ini hanya 1,46%.
Dinno menjelaskan, dari total pembiayaan BNi Syariah, 60%-nya disalurkan untuk sektor konsumstif. Dari angka itu, 85% dialokasikan untuk pembiayaan rumah pertama. “Sebab itu, kami akan perbaiki sektor produktif, seperti komersial. Kalau perumahan, sudah baik. Tinggal dijaga saja,” paparnya.
Dinno berharap, BNI Syariah bisa mengerem NPF-nya di level 2,6% atau paling tidak di bawah 3%. Hingga Oktober 2015, aset BNI Syariah mencapai Rp 21 triliun, dari target tahun ini sebesar Rp 21,7 triliun. “Tahun depan, kami menargetkan aset tumbuh 20%,” katanya.
Editor: Sigit Kurniawan