Di tengah kondisi defisit neraca perdagangan, industri kimia diupayakan menjadi penyelamat kondisi ini. Bukan tanpa alasa, industri kimia seperti penghasil ammonium nitrat dianggap berperan penting dalam mensubtitusi impor lantaran kapasitas produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pasar domestic.
Pemerintah Indonesia memang tengah menyusun langkah meluncurkan solusi jangka menengah dan panjang melalui subtitusi impor dan investasi. “Kami dorong domestic market lebih optimal, dan terus digenjot untuk ekspor,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Kalimantan Timur, Sabtu (07/07/2018). Untuk jangka pendek, pemerintah pun melakukan pembatasan impor amonium nitrat, karena industri di dalam negeri dianggap sudah mampu mencukupi.
Klaster industri kimia dikatakan Airlangga memang memiliki potensi besar, terlebih di kawasan Bontang. Potensi besar untuk pengembangan produk hilir seperti dimetil eter yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar pengganti LPG, pupuk majemuk berbasis amonium nitrat, soda ash, dan pupuk amonium klorida.
Selain itu, wilayah Kalimantan Timur juga memiliki prospek untuk pengembangan perkebunan sawit sebagai sumber bahan baku bagi klaster industri berbasis oleokimia sebagai solusi dari menurunnya harga sawit yang cukup signifikan akhir-akhir ini sehingga dapat mengatasi defisit neraca perdagangan.
“Kemampuan pengembangan tersebut dapat diwujudkan dengan jaminan pasokan gas bumi untuk domestik, kebijakan kuota impor untuk produk unggulan tertentu serta sinergi dengan pengembangan riset teknologi,” tambah Airlangga.
Potensi Besar Kawasan Kalimantan Timur
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, kebutuhan gas bumi untuk industri yang beroperasi di Bontang mencapai 452 MMSCFD atau sekitar 59% dari penggunaan gas bumi domestik di wilayah Kalimantan Timur. Hal ini perlu menjadi perhatian yang besar terhadap jaminan pasokan gas bumi jangka panjang dengan harga yang wajar.
“Sehingga bisa menjaga kelangsungan seluruh aktivitas industri tersebut agar dapat lebih berkembang dengan struktur yang kokoh dan berkelanjutan,” ungkap Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono.
Namun demikian, saat ini sekitar 804 MMSCFD gas bumi dari wilayah Kalimantan Timur masih diekspor ke luar negeri. Melihat kondisi tersebut dan memperhatikan pasokan gas alam yang cenderung terus menurun, Kemenperin memandang perlu pemanfaatan gas bumi yang diutamakan kepada industri di dalam negeri.
“Jadi, perlu menjaga agar tidak ada perpanjangan pasokan untuk kontrak penjualan gas bumi ke luar negeri. Dengan demikian, pasokan gas yang ada di Kalimantan Timur dapat diprioritaskan kepada kebutuhan domestik terutama kelangsungan industri petrokimia di Bontang,” tegas Sigit.
Editor: Sigit Kurniawan