Setiap maskapai penerbangan selalu melebihkan jumlah makanan dibanding dengan jumlah penumpang yang disajikan. Sayangnya jika tersisa, makanan-makanan tersebut akan berakhir terbuang ke tempat sampah.
Prihatin akan isu ini, Sats, pemain utama dalam industri makanan dan katering utama maskapai penerbangan di Bandara Changi Singapura mengembangkan teknologi baru untuk memperpanjang umur makanan. Dengan teknologi ini, makanan pesawat yang biasanya hanya tahan sampai 48 jam, kini dapat disimpan hingga 90 hari tanpa perlu adanya tambahan bahan pengawet.
Teknologi yang dikembangkan secara mandiri oleh Sats ini memanfaatkan proses pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi adalah proses pengolahan makanan menggunakan api sedang dalam waktu yang singkat untuk mengurangi pertumbuhan mikrobakteri dalam makanan. Sementara itu, sterilisasi untuk mengaplikasikan panas dan tekanan untuk mengeliminasi segala bentuk bakteri dan aktivitas enzim.
Teknologi pengawetan ini dikenalkan oleh Sats pada Senin (11/03/2019) dalam peluncuran perluasan fasilitas dapur di Bandara Changi. Fasilitas ini, dilansir dari The Straits Time, tercatat memiliki nilai investasi sebesar US$ 25 juta.
Profesor William Chen, Direktur Program Teknologi Pangan Nanyang Technological University mengatakan bahwa teknologi yang diadopsi oleh Sats sangat relevan untuk saat ini. Hal ini didorong dengan keadaan bahan pangan yang kian terbatas. Sats juga dianggap peduli lingkungan dengan mengurangi jumlah sampah pembungkus makanan.
“Dengan regulasi yang ketat dari pemerintah mengenai keamanan pangan, konsumen tidak perlu khawatir mengenai keamanan, nutrisi, dan rasa dari makanan siap saji di pesawat. Makanan-makanan ini telah tersterilisasi menggunakan teknologi yang teradopsi,” jelas Chen.
Secara global, maskapai penerbangan membuang 5,2 juta ton sampah pada 2016. Angka ini diprediksikan meningkat dua kali lipat dalam 15 tahun.
Editor: Eko Adiwaluyo