Dumping menjadi istilah yang familier dalam dunia perdagangan internasional. Dumping adalah kondisi ketika negara atau perusahaan melakukan ekspor produk dengan harga lebih rendah dibandingkan pasar domestik eksportir.
Dumping dianggap bentuk diskriminasi harga yang terjadi saat produsen menurunkan harga suatu barang yang masuk ke pasar luar negeri. Harga tersebut lebih rendah dari harga yang dibayar oleh pelanggan di negara asal barang tersebut. Praktik seperti ini biasanya dilakukan dengan sengaja guna memperoleh competitive advantage di pasar impor.
BACA JUGA: Bertemu Pengusaha Arab, Mendag: Potensi Perdagangan US$ 155,7 Juta
Apakah dumping itu dilarang?
World Trade Organization (WTO) memantau pergerakan aktivitas dumping. Sejauh ini, kegiatan ini dianggap sebagai praktik persaingan yang tidak adil sehingga sebagian besar negara tidak mendukung hal tersebut.
Dumping dianggap legal ketika masih sesuai dengan aturan yang diberlakukan WTO. Suatu negara bisa menolak hal ini ketika mereka yang menjadi importir mampu menunjukkan efek negatif yang ditimbulkan dari pengekspor kepada produsen dalam negeri.
Untuk mengatasi praktik ini dan melindungi industri dalam negeri dari penetapan harga yang merugikan, sebagian negara pun menggunakan tarif dan kuota.
BACA JUGA: CIPS: Kebijakan Proteksionis Hambat Perdagangan Internasional RI
Kelebihan dan Kekurangan
Keuntungan utama yang mungkin didapatkan dari aktivitas ini adalah kemungkinan untuk menembus pasar dengan harga produk yang bersaing. Negara pengekspor dapat menawarkan subsidi kepada produsen untuk mengimbangi kerugian yang terjadi ketika produk dijual di bawah biaya pembuatannya.
Sedangkan untuk kerugian terbesar yang harus dihadapi adalah subsidi yang dikeluarkan bisa jadi terlalu mahal dari waktu ke waktu. Selain itu, mitra dagang yang membatasi kegiatan ini juga bisa meningkatkan pembatasan barang. Sehingga berakibat pada peningkatan biaya ekspor ke negara yang terkena dampak pembatasan jumlah impor.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz