Skandal Uji Keselamatan, Daihatsu Terancam Rugi Rp 10,8 Triliun

marketeers article
Ilustrasi: 123RF

Pabrikan mobil asal Jepang, Daihatsu terancam mengalami kerugian sebesar US$ 700 juta atau setara Rp 10,8 triliun (kurs Rp 15.520 per US$). Hal ini terjadi setelah munculnya kasus skandal uji keselamatan yang mencuat pekan lalu.

Akibat adanya skandal, perusahaan telah menghentikan seluruh produksinya di Jepang tanpa batas waktu. Kendati demikian, sebagian besar pengiriman ke Indonesia dan Malaysia telah dilanjutkan.

BACA JUGA: Kemendag Panggil Daihatsu soal Skandal Uji Keselamatan

“Tergantung pada skala kompensasinya, kerugian Daihatsu bisa mencapai ¥ 100 miliar atau lebih,” kata Seiji Sugiura dari Tokai Tokyo Research Institute dilansir dari Nikkei Asia, Rabu (3/1/2024).

Selain kehilangan penjualan, Daihatsu akan bernegosiasi secara individual dengan pemasok mengenai kompensasi atas hilangnya pendapatan akibat penghentian produksi. Selain itu, perusahaan tengah mempertimbangkan diler kecil tidak menjual mobil baru.

BACA JUGA: Hingga November 2023, Penjualan Daihatsu Capai 179 Ribu Unit

Kompensasi ini diperkirakan memakan biaya besar dan akan dibarengi dengan biaya investigasi dan uji keamanan tambahan. Secara umum, Daihatsu melaporkan laba operasional konsolidasi sebesar ¥ 141,8 miliar dan laba bersih sebesar ¥ 102,2 miliar pada tahun fiskal 2022.

Jika dampak skandal tersebut mendorong pendapatan konsolidasi ke zona merah, hal ini akan menandai kerugian pertamanya dalam 30 tahun. Skandal serupa dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan dampak besar pada produsen mobil Jepang lainnya.

Salah satunya yakni Hino Motors yang melaporkan kerugian bersih ¥ 117,6 miliar pada tahun lalu setelah diketahui memalsukan data emisi dan efisiensi bahan bakar. Mitsubishi Motors mencatat kerugian bersih sebesar ¥ 198,5 miliar pada tahun yang berakhir Maret 2017 di tengah terungkapnya data penghematan bahan bakar palsu.

Jepang berkontribusi terhadap produksi Daihatsu sebesar 60% dari 1,42 juta kendaraan yang diproduksi pada tahun lalu. Sedangkan sisanya diproduksi di Indonesia dan Malaysia sekitar 300 ribu unit kendaraan.

Tidak hanya itu, Daihatsu juga memproduksi mobil lain seperti di antaranya Toyota, Subaru dan Mazda Motor sebagai produsen perlengkapan asli. Hingga saat ini, Kementerian Transportasi Jepang sedang melakukan penyelidikan sendiri dan telah mengarahkan Daihatsu untuk menghentikan pengiriman sampai keamanan kendaraannya dapat diverifikasi.

Adapun prosesnya memakan waktu sekitar dua setengah bulan. Perkiraan waktu tersebut berkaca pada kasus Mitsubishi Motors tahun 2016 yang jauh lebih sempit.

Apabila terbukti bersalah dalam kasus skandal keselamatan ini, perusahaan dapat menghadapi hukuman lain, termasuk pencabutan sertifikasi yang diperlukan untuk produksi massal.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related