Ketika laki-laki mulai merawat tubuh, kebutuhan akan produk-produk “mempertampan” laki-laki pun kian menjamur. Apalagi, laki-laki sudah menyadari bahwa produk perempuan bukanlah produk yang tepat untuk dirinya.
Dalam studi bertajuk “Revolusi Laki-Laki” yang dirilis Kantar Worldpanel, disebutkan bahwa pertumbuhan pasar perawatan pria di Asia, meliputi Filipina, Tiongkok, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan juga Indonesia adalah sebesar 9% per tahun.
Dari 5.300 responden laki-laki yang disurvei, 84% mengatakan bahwa mereka menggunakan produk perawatan laki-laki karena diyakini dapat membuat mereka merasa lebih baik tentang dirinya sendiri.
Ada begitu banyak produk di bawah kategori perawatan laki-laki. Mulai dari sabun muka (face wash) dan mosturiszer-nya, shampo yang diformulasikan khusus untuk kulit rambut pria beserta kondisioner, krim untuk mencukur, hingga gel rambut dan wax untuk menata rambut.
Nah, kategori yang disebut terakhir itu memang masih kecil, namun memiliki potensi yang besar untuk tumbuh. Dua lelaki muda mempelopori lahirnya merek minyak rambut (pomade) lokal yang dikemas layaknya brand impor. Adalah Smith, merek yang awalnya dibuat untuk sebuah proyek kampus ini, menyelinap masuk ke pasar yang sampai sekarang ikuasai oleh merek-merek asing.
Michael Nugroho, CEO Smith Men Supply mengatakan, salah satu yang membuat bisnis pomade meningkat adalah berkat kehadiran barbershop modern di kota-kota besar di Indonesia.
“Saat kami ciptakan produk ini, bisnis barbershop tidak se-booming saat ini. Paling, di Jakarta, barbershop keren hanya ada lima unit. Kami pun hadir di saat yang tepat,” papar Michael yang bersama rekannya Michael Purnama membuat Smith untuk tugas kampus saat menjadi mahasiswa di Prasetya Mulya.
Ia mengamati, selama ini, pomade yang ada di barbershop didominasi oleh merek asing, seperti Murry’s. Padahal, karakter rambut orang Indonesia berbeda dengan karakter rambut orang Eropa dan Amerika. Iklim Indonesia yang tropis dan lembab menyebabkan perbedaan itu terjadi.
“Kalau pakai merek asing, kadang rambut yang menggunakan water based pomade atau gel level superhard pun akan meleleh oleh teriknya sinar matahari. Nah, produk kami memang diciptakan khusus untuk rambut laki-laki Indonesia, mengikuti iklim yang ada,” ucap Michael Purnama, CMO Smith Men Supply.
Untuk bisa bersaing dengan merek-merek asing, Smith memiliki kualitas serta kemasan yang tidak murahan. Sehingga, dari sisi harga, Smith bisa mensubstitusi merek asing, tentunya dengan margin yang lebih tinggi.
Sebagai merek lokal, Smith lebih fleksibel dalam melakukan agenda pemasaran. Sebab, selama ini, merek asing hanya dibawa oleh distributor, tanpa adanya agenda pemasaran.
“Di Indonesia, kami bisa melakukan agenda pemasaran. Kami bebas lakukan sampling dan ikut berbagai event-event. Dari sana, kami bisa berkoneksi dengan konsumen. Kami pun bisa mendapat feedback langsung dari konsumen,” ujar Empe, sapaan Michael Purnama.
Empe mengakui bahwa market Indonesia memang belum begitu mengerti perbedaan antara water based pomade, oil based pomade, dan wax. Secara sederhana, oil based pomade adalah memiliki kandungan berbasis minyak, dan kadang mengandung lilin. Dengan demikian, produk ini tidak dapat hilang dengan sekali keramas. “Ini adalah produk pertama kami, karena paling mudah dibuat,” ujar Empe.
Sedangkan, water based pomade berbasiskan air yang diekstraksi dengan bahan kimia, sehingga membuat tampilannya lebih shinny atau mengkilap. Produk jenis ini lebih mudah dihilangkan untuk sekali keramas.
Dan yang terakhir adalah waxes. Beberapa jenis waxes mempunyai sedikit daya kilau tetapi kebanyakan adalah matte finish atau terlihat alami seperti warna doff yang sangat cocok untuk gaya berantakan atau messy.
“Semua produk ini pada akhirnya kembali kepada preferensi dan jenis rambut yang dimiliki konsumen. Jenis rambut, apakah keriting, tipis, ikal, atau lurus, menentukan hasil outlook dari penggunaan pomade,” tambah Michael.
Saat ini, Smith memproduksi sekitar 3.000 hingga 5.000 piece per varian, yang kini memiliki lima varian. Produksinya pun dilakukan di perusahaan Original Equipment Manufacturer (OEM) alias maklon di Cikarang, Jawa Barat.
“Mereka menyanggupi untuk membuat produk yang kami inginkan. Dan salah satu keunggulan kami adalah semua produk pomade kami tidak berbau,” kata Michael lagi.
Untuk meningkatkan awareness mereknya, Smith kerap bermitra dengan barbershop di berbagai kota, dengan memberikan mereka sampel gratis. “Rata-rata, laki-laki membeli pomade di barbershop. Sehingga, kami harus masuk ke barbershop,” tutur Empe.
Hal yang tidak mainstream pun dilakukan Smith dengan menjual produknya di kedai kopi. Saat itu, Smith menciptakan pomade edisi terbatas dengan rasa kopi dan cokelat. Ia pun bekerja sama dengan kedai kopi Creamatology untuk menjual produknya tersebut.
Dalam melebarkan visibilitas mereknya, Smith memang agak berhati-hati dalam memilih mitra distributor. Ia lebih memilih sistem jual putus ketimbang konsinyasi. Karena selain lebih mudah, mitra memperoleh benefit lebih tinggi dari segi margin. “Kami tidak lepas begitu saja. Tapi, kami bantu pemasaran mereka,” kata Michael.
Diakui Michael, distributor resmi yang dimiliki Smith hanya ada delapan, yang tersebar di Jakarta, Surabaya, Padang, Makassar, dan Pontianak. Ia melihat permintaan pomade di luar Pulau Jawa lebih tinggi di banding wilayah lainnya.
“Ini disinyalir terjadi karena tren barbershop di Jakarta sudah menurun. Sedangkan di Pontianak atau Padang, barbershop mulai tumbuh. Dan produk kita sudah siap sebelum hype itu muncul,” kata Empe.
Selain melalui distributor, Smith juga menjual produknya secara online, baik di Bobobobo.com, Tokopedia, hingga sebuah market place asal Singapura. “Kami memanfaatkan Instagram ads dan Facebook ads untuk meningkatkan awareness kami di dunia digital,” ucap Michael.
Tak hanya pomade
Target ke depan, Smith tidak hanya bermain di kategori pomade. Melainkan di men’s grooming yang lebih luas, seperti sampo, sabun, dan face wash yang akan diluncurkan dalam waktu dekat.
Empe dan Michael melihat bahwa selama ini tak banyak merek personal care yang mengusung branding laki-laki, khususnya di kategori sabun. Padahal, kebutuhan sabun laki-laki dan perempuan berbeda.
“Untuk membedakannya, pertama dari baunya. Kami ciptakan wangi yang sangat laki-laki,” kata Michael.
Empe menambahkan, bahwa pasar men’s grooming di Indonesia bakal meningkat seiring dengan kesadaran laki-laki untuk tampil stylish. “Riset membuktikan, pencarian mengenai style di internet lebih banyak dilakukan oleh laki-laki ketimbang perempuan. Itu artinya ada marketopportunity yang besar di kategori ini,” timpal Empe.
Editor: Sigit Kurniawan