Untuk memahamiigdustri e-commerce di Indonesia, perlu pendekatan yang menyeluruh. Sebaiknya pemerintah dan para pegiat di dalamnya tidak berlagak sok tahu. Butuh pengertian dan menerima banyak masukan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Thomas Lembong di sela-sela Indonesia e-Commerce Summit & Expo di Serpong, Rabu (27/4/2016).
“Sebaiknya, kita tidak perlu sok pintar. Sebaliknya, perlu mendengal r banyak masukan. selain itu, kita tidak perlu takut untuk menjalankannya, risiko tidak perlu ditakuti dan dihindari. Rasa sakit dalam persaingan ini menjadi harga yang dituntut dalam proses membuahkan inovasi," ujar Lembong.
Iklim optimistis ini, sambung Lembong, perlu dibangun. Dia mengapresiasi sikap dan langkah Presiden Joko Widodo yang cukup peduli dan memahami dunia e-commerce saat ini. “Semangat Revolusi Mental telah mengubah dunia usaha menjadi lebih toleran, fleksibel, pragmatis, dan penuh pengertian,” imbuhnya.
Terkait pajak, Lembong mengaku hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia, khususnya terkait dengan para pemain asing global, seperti Google, Twitter, maupun Facebook. Ia mengatakan, hal ini menjadi tantangan banyak negara di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat sebagai negara asal dari pemain global tersebut. Banyak perusahaan e-commerce dari Amerika Serikat, sambung Lembong, yang meletakkan kantor pusatnya di Irlandia karena besar pajaknya tidak besar.
Lembong menegaskan, pengembangan industrio e-commerce ini sudah mendesak untuk dilakukan karena cukup membantu mendongkrak perekonomian melalui para pelaku, khususnya di skala UMKM.