S&P Global Market Intelligence: Negara Asia-Pasifik Kebal Resesi

marketeers article
S&P Global Market Intelligence: Negara Asia-Pasifik Kebal Resesi. (FOTO: 123rf)

S&P Global Market Intelligence memperkirakan ekonomi di Asia-Pasifik mendominasi pertumbuhan global atau kebal resesi pada tahun depan. Kawasan ini akan mencatat pertumbuhan ekonomi 3,5% pada 2023.

Pada tahun yang sama, S&P memperkirakan Eropa dan Amerika Serikat (AS) berpeluang besar masuk jurang resesi. 

BACA JUGA: Soal Resesi Global pada 2023, Hipmi Pastikan RI Tak Terdampak

“Asia-Pasifik, yang menghasilkan 35% dari PDB (produk domestik bruto) dunia akan mendominasi pertumbuhan global pada 2023. Hal itu didukung perjanjian perdagangan bebas regional, rantai pasokan yang efisien dan biaya yang kompetitif,” tulis S&P dalam laporannya seperti dilansir dari CNBC, Kamis (27/10/2022).

Dalam laporannya, S&P mengoreksi target pertumbuhan untuk PDB riil global sebesar 0,6% dari bulan lalu 2%, kini menjadi 1,4% pada 2023. Target itu menjadi penurunan tertajam dibandingkan pertumbuhan ekonomi global 5,9% pada tahun 2021.

BACA JUGA: CEO JPMorgan Prediksi Resesi Akan Terjadi Pertengahan 2023

Proyeksi itu juga lebih lambat dari perkiraan S&P pada pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 yang sebesar 2,8%. Meski negara di luar Asia-Pasifik menghadapi tekanan ekonomi, namun secara global resesi masih bisa dihindari.

“Dengan pertumbuhan moderat di Asia-Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika, ekonomi dunia dapat menghindari penurunan, tetapi pertumbuhan akan sangat tipis,” kata Sara Johnson, direktur eksekutif riset ekonomi, S&P Global Market Intelligence.

“Kondisi ekonomi global terus memburuk karena inflasi tetap tinggi dan kondisi pasar keuangan mengetat. Eropa, AS, Kanada dan sebagian besar Amerika Latin akan mengalami resesi dalam beberapa bulan mendatang,” Johnson melanjutkan.

Laporan S&P juga menyebut Asia Tenggara dan India akan mendapat manfaat dari diversifikasi perdagangan, bahkan bisa melampau Cina. Di tengah volatilitas pasar, India memiliki keuntungan lantaran memiliki sektor penggerak ekonomi yang beragam.

Sementara itu, Cina telah kehilangan lebih banyak dominasi manufaktur dan ekspornya menyusul kebijakan nol untuk COVID-19. 

Resesi di AS dan Eropa

Ekonomi di Eropa dan Amerika Utara, yang menyumbang lebih dari setengah output dunia berpeluang menghadapi resesi pada akhir 2022 dan awal 2023. 

“Inflasi yang sangat tinggi menguras daya beli dan akan menyebabkan penurunan belanja konsumen. Baik Eropa dan Amerika Utara akan menghadapi dampak dari melemahnya permintaan dan pengetatan kondisi keuangan di pasar perumahan dan investasi modal,” ucap S&P.

Di sisi lain, resesi yang mengancam AS dan Eropa akan berdampak ke seluruh dunia, terutama dalam konteks perdagangan hingga aliran modal. Fitch Ratings memprediksi ekonomi AS akan memasuki resesi pada kuartal III 2023 meskipun relatif ringan.

Related