Bicara tentang pariwisata Bali, nama Raja Ubud Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) tak bisa dikesampingkan. Pasalnya, ia bersama kakaknya yang mantan Presiden Negara Indonesia Timur (NIT), Tjokorda Gde Raka Sukawati, merupakan praktisi tokoh perintis dan pembaharu pariwisata budaya, sehingga Bali bisa seperti sekarang.
“Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) dan Tjokorda Gde Raka Sukawati (alm) merupakan tokoh-tokoh Puri Ubud yang telah terbukti memiliki kepeloporan dan pengabdian dalam mengedepankan wawasan multikultur, kearifan lokal, kreativitas seni budaya, dan keragaman panorama alam Bali bagi pentas dunia,” kata Anak Agung Gde Agung Bharata, Bupati Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa (10/11/2015) dalam sambutannya pada acara Penghargaan “Parama Bhakti Pariwisata” di Puri Agung Ubud, Gianyar.
Cara Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) memperkenalkan keindahan Bali terutama Ubud, selaras dengan konsep Marketing 3.0. Dimana bisnis pariwisata di Ubud tidak hanya melulu soal keuntungan, namun lebih dari itu juga berlandaskan humanisme dan peka terhadap alam sekitar. Bila kita sering mendengar istilah ‘Taksu Tri Hita Karana’ yakni ajaran dimana kita harus menyatukan kecerdasan fisik, alam, dan emosional, itu juga yang dianut oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) saat memperkenalkan Bali kepada teman-teman nya.
Ia berteman dengan begitu banyak wisatawan baik seniman dan peneliti asing seperti Walter Spies dan Rudolf Bonnet. Kemampuannya dalam menjaga dan merawat pertemuan dan persahabatan mempengaruhi maraknya pembaharuan di Ubud.
Ia sangat dihormati karena perannya dalam memajukan pariwisata Bali yang berbasis komunitas dan pertemanan. Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) berusaha mengenalkan bagaimana kehidupan dan keunggulan Ubud setiap kali rekan kerja nya mengunjungi Bali. Ia tidak segan mengantarkan tamu nya berkeliling mengitari objek wisata dengan menggunakan ojek.
Hal ini patut menjadi inspirasi, mengingat di era seperti ini, orang yang pada akhirnya dijadikan target sebagai konsumen tidak lagi harus kita anggap sebagai Raja, melainkan sebagai teman. Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) menyadari bahwa keterbukaan, keramahan dan kemampuan beradaptasi masyarakat Bali, termasuk keunggulan seni budayanya yang harus diatur dan dibina sebagai keunggulan-keunggulan kompetitif dari pembangunan pariwisata.
Editor: Eko Adiwaluyo