Sport Tourism, Bisnis Musiman atau Jangka Panjang?

marketeers article
Couple kayaking together in mangrove river of the Keys, Florida, USA. Tourists kayakers touring the river of Islamorada.

Berselancar di dunia maya, Anda akan dengan mudah menemukan teman-teman atau influencer idaman melakukan berbagai aktivitas olahraga sembari berwisata. Dari satu event olahraga ke event olahraga lain, dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu negara ke negara lain, mereka rela menggelontorkan dana dan effort besar untuk melakukan aktivitas ini. Anda mungkin salah satunya.

Namun, akankah lifestyle olahraga yang terbilang musiman ini menjanjikan sustainabilitas bisnis sport tourism?

Tidak heran memang jika sejumlah investor masih mempertimbangkan niat mereka untuk menggarap lahan investasi ini. Tak dipungkiri, lifestyle olahraga terus mengalami pasang surut.

Dulu, golf sempat menjadi jenis olahraga yang begitu digemari. Namun saat ini, olahraga lari atau marathon justru menjadi alternatif yang lebih banyak dipilih. Siapa yang tahu soal lima atau tujuh tahun lagi. Kembali pada jurus sakti marketing PDB (Positioning, Differentiation, Branding), sport tourism pun harus memiliki hal ini.

“Lanskap sport tourism di Indonesia masih sangat luas. Tinggal bagaimana kita memilih kombinasi yang cocok antara destinasi wisata tersebut dengan jenis olahraga yang dipilih karena belum tentu satu daerah memiliki karakteristik yang sesuai dengan jenis olahraga tertentu,” jelas Manager Event Harian Kompas Budhi Sarwiadi kepada Marketeers.

Mengambil branding “Manunggaling Rasa, Cipta, Lan Karsa”, Borobudur Marathon mencoba menyelaraskan emosi, pikiran, dan fisik para peserta. Event Marathon ini sadar akan pentingnya diferensiasi. Terlebih, di tengah demam event marathon yang hampir setiap minggu digelar. Bukan sekadar menemukan siapa yang lebih kuat, melainkan bagaimana jiwa dan raga bisa bersinergi dalam sebuah harmoni.

“Borobudur Marathon mencoba mengkolaborasikan antara olahraga lari dengan kearifan lokal. Ketika para peserta berlari, masyarakat sekitar turut berpartisipasi dengan menampilkan berbagai atraksi budaya, kesenian, paduan suara dari sekolah-sekolah, dan berbagai hiburan yang mengiringi para pelari sepanjang jalur marathon. Ini yang menjadi diferensiasi kami dengan event marathon lain,” ungkap Budhi.

Benar saja, cara ini mampu mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan ke wilayah Magelang dan sekitar. Borobudur Marathon 2017 berhasil memboyong 8.700 peserta dengan komposisi wisatawan di luar Jawa Tengah mencapai 65%. Di 2018, Borobudur Marathon menjamu 9.600 wisatawan dengan jumlah wisatawan di luar Jawa Tengah mencapai 75%.

Tahun ini, Borobudur Marathon ditargetkan memboyong 11 ribu peserta (jumlah maksimum kapasitas peserta) dengan porsi jumlah wisatawan di luar Jawa Tengah yang jauh lebih besar (80%). Mereka pun yakin kegiatan sport tourism ini bakal panjang umur.

Survei Litbang Harian Kompas menunjukkan, perputaran uang di wilayah Magelang selama event ini berlangsung mencapai Rp 12 miliar pada 2017. Sementara, masa tinggal peserta berkisar 2-3 hari. Pada 2018, jumlah ini meningkat drastis menjadi Rp 21 miliar dengan durasi tinggal 3-5 hari.

Tak mau ketinggalan pamor dari Borobudur Marathon, Mandalika turut ambil diferensiasi pada jenis sport tourism yang mereka kembangkan.

Direktur Utama PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Abdulbar M Mansoer mengatakan, Mandalika akan menjadi The 1st Street Race in the World. Jika selama ini seluruh lintasan Moto GP adalah stadion, Mandalika akan menjadi street race pertama di dunia.

“Kesuksesan sport tourism tergantung pada kreativitas para penyelenggara dan promotor event tersebut. Sport tourism ini harusnya menantang bagi daerah-daerah yang dari sisi infrastruktur sudah memadai, seperti Jakarta dan Palembang. Pada intinya, sport tourism akan hidup bila supply disesuaikan dengan demand yang ada,” imbuh Dadang.

Paling tidak, sport tourism ini harus didukung oleh tiga hal, yakni media (broadcasting), advertising, dan ticketing.

Menteri Pariwisata Arief Yahya berpendapat, nilai tertinggi dari penyelenggaraan event sport tourism adalah pemberitaan alias news value.

Apa hubungannya dengan sustainabilitas sebuah event? Dengan pemberitaan gencar dan bagus maka nilai sponsor akan semakin naik.

Mengambil benchmark keberhasilan penyelenggaraan World Cup 2014, 60% event tersebut didukung oleh broadcasting; 30% advertising dan merchandise. Sedangkan pemasukan dari hasil penjualan tiket pertandingan hanya 10%.

Lantas, akankah PDB menjadi jawaban sustainabilitas bisnis sport tourism?

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related