Allianz mencatat hasil yang positif atas pengelolaan dana investasi polis (fund) unit link para nasabahnya tahun lalu. Allianz berhasil menghimpun dana kelolaan hingga Rp 30,8 triliun sepanjang tahun 2016, naik 17% dibanding tahun sebelumnya. Keberhasilan ini diyakini turut dipengaruhi oleh kinerja pasar yang optimistis tahun lalu.
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2016 banyak dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat pada pemerintah, khususnya terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo. Salah satunya adalah program Tax Amnesty yang sejak pertama kalinya kebijakan ini diterapkan memberikan sentimen positif bagi pasar modal Indonesia.
Meskipun pasar sempat mengalami koreksi pada kuartal empat 2016 akibat “Trump Effect’, kinerja fund Allianz tetap menunjukkan hasil yang baik. Hal ini karena strategi portfolio investasi produk unit link didasari pada prinsip kehati-hatian.
“Bagaimanapun juga, produk asuransi jiwa unit link harus mengedepankan sisi perlindungan finansial bagi nasabah. Alasannya, hal ini yang merupakan manfaat utama dari produk asuransi. Strategi investasi yang kami terapkan selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dengan tetap memperhatikan pergerakan pasar yang dinamis,” ujar Made Daryanti, Head of Investment Allianz Indonesia dalam keterangan resminya.
Dengan total fund yang dikelola Allianz Indonesia sebanyak 56 fund, Allianz mengklaim, hampir seluruh fund unggulan menunjukkan hasil yang positif. Beberapa fund yang paling banyak dipilih oleh nasabah sepanjang 2016 adalah SmartLink Rupiah Equity Fund dengan dana kelolaan Rp 8,4 triliun, SmartLink Rupiah Balanced Fund dengan dana kelolaan Rp 2,4 triliun, dan SmartLink Rupiah Fixed Income Fund dengan dana kelolaan sebesar Rp 989 miliar.
Proyeksi Tahun 2017
Tahun 2017, Allianz memperkirakan kondisi ekonomi masih cukup kondusif. Hal ini tercermin pada asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2017. Di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi pada angka 5,3% (YoY) dan inflasi pada 4% (YoY).
“Meskipun proyeksi pada tahun 2017 cukup optimistis, namun muncul ketidakpastian yang bisa memberikan pengaruh pasar modal Indonesia, baik dari sisi internal maupun eksternal,” tambahnya.
Ketidapkastian dari sisi internal adalah kemungkinan kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM yang menyusul kenaikan harga minyak dunia, program tax amnesty periode ketiga, stabilitas politik menjelang pemilihan kepala daerah, dan eksekusi proyek-proyek infrastruktur.
“Sedangkan ketidakpastian dari sisi eksternal adalah kebijakan ekonomi dan moneter Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, dampak Brexit terhadap perekonomian Inggris dan Uni Eropa, dan kebijakan ekonomi China dalam menghadapi kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Amerikat Serikat,” tandasnya.
Editor: Sigit Kurniawan