Monetisasi potensi pariwisata Indonesia membutuhkan pendekatan yang tak biasa. Selain karena bujet promosi pemerintah yang terbatas, lokasi yang tersebar luas dan kesulitan akses serta infrastruktur menjadi tantangan yang tidak mudah. Selain itu, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) juga terpusat di beberapa lokasi saja.
“Melihat tren yang ada saat ini, kunjungan wisata di Indonesia memang terkosentrasi di beberapa lokasi,” Ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam National Event & Marketing Conference: Creative Marketing Collaboration in Tourism, yang berlangsung Rabu (25/2/2014), di Kampus Prasetiya Mulya, Jakarta.
Hal itu disebut Arief sebagai tantangan yang tidak mudah karena bagi industri pariwisata, destinasi merupakan produk utama. Ia pun berupaya untuk menggunakan pendekatan bisnis dalam mengelola pemasaran pariwisata Indonesia.
“Saya percaya bila Anda menginginkan semuanya, kemungkinan besar Anda akan kehilangan semuanya. Karena itu, utamakanlah yang utama,” tambah Arief.
Pernyataan yang ia utarakan didasarkan pada data hanya ada tiga destinasi utama di Indonesia yang saat ini dikunjungi wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Ketiga destinasi tersebut adalah Bali, Jakarta, dan Batam. Arief bahkan mengungkapkan jumlah kunjungan ke tiga destinasi tersebut saja sudah mencapai 95% dari total kunjungan nasional.
Untuk scaling up, Manpar berusaha untuk menjadikan tiga destinasi tersebut sebagai endorser bagi kawasan-kawasan lain. Hal ini dilakukan terkait keterbatasan sumber daya pemasaran serta kebutuhan branding. Ia menyebut tiga destinasi itu dengan Great Bali, Great Jakarta, dan Great Batam.
Pendekatan ini disebut Arief sebagai langkah yang paling tepat untuk mengejar target kunjungan dari 9 juta pada 2014 menjadi 20 juta wisman di tahun 2019. Secara makro, industri pariwisata juga diharapkan mampu meningkatkan kontribusi dari 8,7 juta lapangan kerja dan 4% PDB tahun lalu menjadi 13 juta lapangan kerja dan 8% PDB tahun 2019. Selain itu, Menpar juga berusaha meningkatkan perolehan devisa dari sektor ini.
“Sejauh ini, sektor dengan kontribusi devisa paling besar masih dari oil and gas. Pariwisata berada di urutan keempat dengan kontribusi sekitar US$ 10 miliar. Namun kita akan terus tingkatkan,” pungkas Arief.