Dalam dunia bisnis, pemahaman mengenai tingkat keterlibatan konsumen sangat penting untuk menentukan strategi marketing yang efektif. Ignatius Untung, seorang praktisi marketing dan behavioral science menjelaskan perbedaan mendasar antara produk dengan keterlibatan rendah dan tinggi serta implikasinya terhadap strategi pemasaran.
Menurut Untung, produk dengan keterlibatan rendah (low involvement product) adalah produk yang proses pembeliannya cepat dan sederhana, seperti permen atau snack.
BACA JUGA: Teknologi dan Keterlibatan Pelanggan di Era Baru
“Kita tidak akan browsing mencari review tentang permen mana yang enak, prosesnya sangat cepat dan tidak memerlukan pertimbangan yang mendalam,” kata Untung di Channel YouTube Marketeers TV, dikutip pada Senin (8/7/2024).
Sebab itu, memberikan terlalu banyak pilihan pada produk dengan keterlibatan rendah dapat menyebabkan choice overload atau kebingungan dalam memilih, yang akhirnya membuat konsumen tidak jadi membeli.
BACA JUGA: Riset Alibaba Ungkap Tingginya Minat Konsumen dalam Keterlibatan ESG
“Brand berperan penting dalam membantu konsumen memilih di antara banyak opsi,” ujar Untung.
Untung juga menekankan pentingnya tampilan produk dalam menciptakan persepsi positif pada produk dengan keterlibatan rendah.
“Jika brand belum terkenal, tampilan dan harga biasanya menjadi faktor utama yang diperhatikan konsumen,” katanya.
Sebab itu, desain kemasan yang menarik dan penawaran harga yang kompetitif bisa menjadi strategi yang efektif untuk produk semacam ini. Sebaliknya, produk dengan keterlibatan tinggi (high involvement product) memerlukan pertimbangan yang lebih panjang dan mendalam, seperti properti, mobil, atau gadget.
Proses pembelian untuk produk ini biasanya melibatkan banyak riset dan perbandingan. Dalam pembelian produk keterlibatan tinggi, konsumen cenderung menggunakan mode berpikir “pilot”, yaitu mode berpikir yang sangat sadar dan kritis.
“Produk dengan harga tinggi dan teknis memerlukan evaluasi yang mendetail untuk memastikan konsumen membuat keputusan yang tepat,” ujar Untung.
Untung memberikan contoh bagaimana pembelian produk properti bisa memakan waktu lama sejak tahap identifikasi kebutuhan hingga pengambilan keputusan akhir.
“Kita perlu waktu untuk menyadari kebutuhan kita akan produk seperti rumah atau mobil, dan seringkali ini melalui proses yang lambat dan bertahap,” katanya.
Dengan begitu, brand bisa memainkan peran penting dengan memberikan informasi yang relevan dan memfasilitasi proses pengumpulan informasi bagi konsumen. Kesimpulannya, strategi pemasaran harus disesuaikan dengan tingkat keterlibatan produk yang dijual.
Untuk produk dengan tingkat keterlibatan konsumen yang rendah, brand dan kemasan menarik menjadi kunci, sementara untuk produk dengan keterlibatan tinggi, informasi yang lengkap dan mendalam serta proses pembelian yang mendukung menjadi sangat penting.
“Memahami perbedaan ini adalah kunci sukses dalam mengelola strategi pemasaran produk,” tutur Untung.
Editor: Ranto Rajagukguk