Strategi Politeknik LP3I Bandung Melahirkan Lulusan Profesional
Efek dari pandemi COVID-19 sangat dirasakan oleh hampir semua perusahaan. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang melakukan efisiensi, seperti megurangi volume produksi, hingga pengurangan karyawan. Hal tersebut mengakibatkan perusahaan menjadi lebih selektif dalam memilih karyawan yang profesional dan mampu untuk bekerja dengan baik.
Rony Setiawan, Direktur Politeknik LP3I Bandung dalam webinar Marketeers Goes To Campus Ep 25 memaparkan bagaimana strategi LP3I dalam menciptakan lulusan yang profesional dan siap untuk bekerja. Dalam pelaksanaan pendidikan, kurikulum di LP3I dibuat bersama dengan industri dan pendidikan tinggi, sehingga menghasilkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja. Selain itu, LP3I juga didukung oleh industri lokal, nasional, maupun internasional yang memudahkan lulusan LP3I dalam mendapatkan pekerjaan.
Kemudian Rony mengatakan bahwa dalam penguatan pembelajaran, LP3I lebih fokus untuk mengembangkan kemampuan hard skill dan softskill, sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Selain dua kemampuan itu, LP3I juga turut membangun kemampuan karakter kepada mahasiswanya.
“Dalam keterampilan hardskill., para mahasiswa diberi pembelajaran di bidang IT/komputer, bahasa inggris, dan lainnya sesuai dengan program studi. Sedangkan kemampuan softskill dibutuhkan agar mereka bisa beradaptasi dengan kemampuan pekerjaan. Kami juga melakukan mentoring agama untuk membangun jiwa dan rohani yang beriman,” jelas Rony.
Dalam proses pembelajaran, calon mahasiswa LP3I wajib melakukan pra kuliah. Menurut Rony, prakuliah ini penting, yaitu sebagai standarisasi calon mahasiswa sebelum masuk LP3I sesuai dengan standar kampus. Kemudian ada pelatihan soft skill, dan setiap tahunnya turut melakukan ujian sertifikasi.
“Setiap tahun para mahasiswa LP3I akan melakukan sertifikasi. LP3I sendiri sudah menggunakan skema dari MarkPlus. Kami menggunakan sertifikasi marketing digital dari MarkPlus, sehingga nantinya lulusan LP3I bisa magang, kerja, maupun berwirausaha dengan kemampuan yang mereka miliki,” sahut Rony.
Rony juga mengatakan bahwa untuk pelatihan soft skill, LP3I mewajibkan seluruh mahasiswanya untuk memiliki life map yang berisikan visi dan misi mereka setelah mereka masuk kuliah, sampai dengan lulus nanti. Nantinya, life map tersebut akan menjadi nilai akhir.
“Kami ingin para mahasiswa memiliki motivasi untuk manage diri mereka, sehingga kami mewajibkan mereka untuk membuat life map. Selain life map, kami juga mengajarkan mereka problem solving dan critical thinking, negotiation hingga persiapan untuk dunia kerja. Itu semua kami latih karena kami ini vokasi,” tutur Rony.
LP3I juga memiliki program kewirausahaan mahasiswa yang terdiri dari empat tahap. Tahap pertama, LP3I akan mengajarkan mahasiswa untuk membentuk mindset seorang entrepreneur.
“Sulit menyiapkan mahasiswa untuk menjadi pengusaha. Maka dari itu, kita bangun dulu mindset-nya, kemudian sense of business dan mentalnya juga kita siapkan, sehingga mereka bisa menjadi kreatif, inovatif, dan percaya diri,” kata Rony.
Di tahap berikutnya, mahasiswa akan diajarkan cara untuk membuat proposal bisnis, mengelola bisnis, strategi bisnis, sampai dengan kreatifitas dan inovasi bisnis. Sedangkan di tahap ketiga, LP3I akan menyaring mahasiswa yang tertarik untuk mempelajari kewirausahaan lebih lanjut, dan akan dimasukan ke inkubator bisnis atau rumah entrepreneur.
“Dari hasil seleksi di tahap kedua, kami akan memasukan beberapa mahasiswa yang berminat ke dalam inkubasi. Kami akan mengadakan training sampai dengan pendampingan oleh mentor bisnis di tahap ini. Pada tahap ini, mahasiswa diusahakan untuk setidaknya memiliki satu usaha,” tambah Rony.
Pada tahap selanjutnya, mereka akan melakukan pembinaan dan pengembangan, sehingga setelah mereka lulus nanti, setidaknya sudah punya usaha sendiri. Rony menambahkan bahwa kegiatan inkubator LP3I dilakukan bekerja sama dengan Kementrian Koperasi dan UKM.
“Melalui inkubator bisnis ini, kami diberi tugas untuk mengelola para unit mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di kota Bandung. Ada 35 tenan yang kami kelola, yang mana sebagian punya mahasiswa, dan sebagian punya warga Bandung,” kata Rony.
Selanjutnya, dalam mengembang brand awareness dan brand building dari LP3I Bandung, dilakukan dengan teknologi. Hal tersebut dikarenakan di kondisi pandemi COVID-19 ini, LP3I tidak bisa melakukan pendekatan langsung ke sekolah, sehingga lebih banyak menggunakan teknologi.
“Sebagai pendidikan swasta yang berjuang untuk mendapatkan mahasiswa baru, kami lebih banyak menggunakan teknologi untuk memperkenalkan dan pendekatan LP3I ke masyarakat. Kami mengadakan webinar, presentasi, dan sebagainya,” tutup Rony.
Editor: Eko Adiwaluyo