Urgensi Strategi Product Management di Tengah Ketidakpastian

marketeers article
Hermawan Kartajaya dalam HK Masterclass yang bertajuk TechXHuman: Product Management. (FOTO: Marketeers/Bernad)

Product management menjadi kian penting di era yang tidak pasti ini. Apalagi, perubahan generasi konsumen dan perkembangan teknologi memaksa bisnis untuk merubah strategi manajemen produk mereka.

Hermawan Kartajaya (HK), pakar pemasaran sekaligus Founder dan Chairman MCorp menilai, dalam kondisi ini, manajemen produk yang dilakukan oleh perusahaan harus fokus dalam membangun brand sembari meningkatkan penjualan.

Untuk membangun brand, merek harus membuat produk atau layanan yang mengedepankan kualitas, inovasi, dan menjaga kepercayaan pelanggan. Sehingga, brand ini khusus dibuat untuk memperkuat citra merek di market.

BACA JUGA: Hermawan Kartajaya Bagikan Resep Kelola Bisnis Di Era Ketidakpastian

Lalu, merek harus punya brand yang berfokus pada penjualan. Produk yang dibuat untuk merek ini harus affordable dan efisien. Tujuannya adalah membidik segmen yang sensitif terhadap perubahan harga, sembari mengincar penjualan dalam jumlah yang besar.

“Kenapa? Kalau keadaan normal lagi, merek Anda ikut-ikut membidik segmen yang menjual dengan harga rendah tanpa berfokus pada kualitas dan membangun brand, nanti merek Anda akan hancur,” kata Hermawan Kartajaya dalam acara HK Masterclass yang bertajuk ‘TechXHuman: Product Management’ di MarkPlus Main Campus, Selasa (29/7/2024).

Urgensi dari penerapan strategi ini sendiri juga ditunjang oleh survei yang dilakukan oleh MarkPlus Analysis pada 2024. Riset itu memperlihatkan pergeseran preferensi konsumen ketika melakukan pembelian.

Dari survei tersebut, kualitas produk menjadi hal yang paling diutamakan oleh konsumen. Setelahnya, pertimbangan terbesar adalah harga.

BACA JUGA: Tips Mengembangkan Karier untuk Gen Z yang Baru Memasuki Dunia Kerja

Dua aspek tersebut menjadi aspek terpenting bagi konsumen dalam mempertimbangkan pembelian. Brand juga masih menjadi pertimbangan ketiga terbanyak yang dijadikan acuan oleh konsumen.

Pergeseran ini diakibatkan juga oleh pergeseran generasi konsumen. Saat ini, mayoritas konsumen yang potensial berada di generasi Z dan Alpha.

“Gen Z berani pakai brand yang tidak terkenal, tapi mereka suka produknya dan harganya masuk. Dulu brand itu jadi pertimbangan nomor satu,” lanjutnya.

Selain itu, merek juga perlu mawas terhadap perkembangan teknologi. Dalam paparannya, disebut bahwa perkembangan teknologi terbagi menjadi tiga fase yakni Machine-centric, Collaborative, dan Human-centric.

Machine-centric adalah eranya manusia beradaptasi dengan teknologi. Collaborative adalah eranya manusia dan teknologi menciptakan sesuatu yang baru.

BACA JUGA: Chatbot Google Gemini Bakal Bisa Edit Gambar Yang dibuat AI

Kini, pada Human-centric, kecanggihan teknologi kini justru digunakan untuk mempelajari manusia dengan adanya AI atau artificial intelligence.

Di fase ini, teknologi didesain dengan tujuan untuk mempermudah kualitas hidup manusia. Contohnya seperti Netflix  yang memberikan referensi berdasarkan jenis tontonan yang sering dikonsumsi pengguna.

Pergeseran konsumen ini tentu membuat banyak data yang harus dianalisis oleh pemasar. Banyaknya data konsumen dengan beragam preferensi ini tentu menambah kerumitan bila tidak dibantu oleh teknologi.

Meski begitu, Hermawan mengingatkan, meski hidup semakin dipermudah dengan adanya AI, pemasar masih mengemban peran penting dalam keputusan pemasaran.

Ada peran-peran yang bisa dilakukan oleh mesin, ada pula peran-peran yang bisa diambil oleh manusia. Artinya, menggantungkan keputusan seluruhnya pada analisis AI bukan keputusan yang tepat.

“Akhirnya diperlukan wisdom dari masing-masing pemasar untuk mengambil keputusan,” pungkas HK.

Editor: Eric Iskandarsjah

Related

award
SPSAwArDS