Strategi Push and Pull Marketing Terstruktur, Sistematis dan Masif ala BCA

profile photo reporter Taufik
Taufik
26 September 2024
marketeers article
Gedung BCA (Foto: https://www.bca.co.id/)

Oleh Taufik, Dep Chair MCorp, Sec Gen IMA

Pasca-Deregulasi Perbankan tahun 1988, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sebetulnya melakukan banyak inovasi di bidang marketing. Ini bukan hanya menjadi kordinator undian berhadiah besar yang melibatkan sejumlah bank swasta tapi juga pengenalan produk baru seperti kartu kredit. Bahkan, BCA melakukan transformasi strategi push and pull marketing yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Yang menarik, ada ciri khas yang dilakukan BCA dalam inovasi tersebut berbentuk kerja sama yang dilakukan, termasuk dengan lembaga keuangan luar negeri.

Karena punya banyak inovasi, tentu harus mengkomunikasikan secara agresif. Suatu hal yang tidak mudah kalau mengingat bahwa produk baru yang mesti ditawarkan juga banyak.

Pada akhirnya, memang ada skala prioritas yang dilakukan BCA mem-push produknya, karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan marketing communication.

Sampai dengan tahun 1998, industri media di Indonesia adalah industri yang dikontrol ketat pemerintah. Izin untuk media baru dalam berbagai kategori media begitu dibatasi pemain dan wilayahnya.

Akibatnya, belanja iklan di media top dibandingkan dengan jangkauan pasar yang hendak diraih seringkali tidak sebanding alias dianggap kemahalan.

Pemilik saham mayoritas saham BCA dari akhir tahun 1980-an sampai pertengahan tahun pertama tahun 1990-an seperti tidak punya pilihan lain.

Hingga untuk menyiasatinya, perusahaan melakukan kerja sama dengan bank swasta lain yang sebetulnya adalah pesaing untuk berbagi biaya pemasaran dalam program undian tabungan berhadiah. Tentu saja langkah tersebut berpengaruh besar dalam proses branding untuk produk tabungan BCA.

Namun dalam akhir periode lima tahun pertama, pemilik saham mayoritas saham BCA mulai melihat solusi berupa kemungkinan mendapatkan izin siaran televisi yang sebetulnya masih terbatas. Meski tahu bahwa jangkauan siaran televisinya akan terbatas, izin siaran televisi layak diperjuangkan. Apalagi ada tujuan jangka panjang yang terkait dengan BCA.

Begitu izin siaran televisi bisa diperoleh dan diberi nama Indosiar, sepertinya tidak ada yang istimewa. Acara televisi baru tersebut berisi banyak hiburan sebagaimana dengan televisi swasta yang sudah ada. Tapi ada upaya membuat diferensiasi dari acara hiburan yang sudah ada.

Karena merupakan stasiun televisi baru dan dengan jangkauan yang lebih terbatas dibandingkan stasiun televisi swasta lain, maka Indosiar mesti mengandalkan sister companies atau perusahaan-perusahaan lain yang pemilik mayoritas sama. Salah satu yang menjadi target adalah BCA. Hanya saja, berbeda dibandingkan dengan sister companies dari Indosiar, BCA sudah punya semacam marketing road map.

Banking Electronic Delivery Channel

Di awal tahun 1990-an, pemilik saham BCA yang juga punya bisnis di negara lain, termasuk yang perbankannya lebih maju dibandingkan di Indonesia melihat bisnis perbankan moderen yang bisa dikembangkan di Indonesia. Bentuknya adalah perbankan yang didukung dengan electronic delivery channel yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas dalam pelayanan nasabah. Pemilik saham mayoritas BCA mulai awal tahun 1990-an melakukan investasi besar-besaran bukan hanya jaringan ATM, salah satu electronic delivery channel, tapi juga jaringan satelit khusus.

Tentu investasi yang mahal sekali. Agar bisa mendapatkan Return on Investment (ROI) yang masuk akal, maka mesti ada adopsi masif terhadap electronic delivery channel BCA. Caranya?

Kalau mengacu pada technology adoption life cycle model yang dikembangkan Geoffrey Moore, ada tantangan besar dalam membuat produk baru bisa diterima banyak orang.

Istilah terkenal dari Moore adalah bagaimana bisa crossing the chasm. Kalau tidak bisa crossing maka adopsi terhadap teknologi baru akan rendah dan bisa-bisa susah mengembalikan investasi besar-besaran.

Karena kebetulan orang-orang marketing BCA pada pertengahan tahun 1990-an banyak yang bergabung di MarkPlus Strategic Forum, marketing community club yang diciptakan Hermawan Kartajaya pada tahun 1992, maka upaya pengembalian investasi besar-besaran menjadi semacam anxieties and desires mereka.

Sehingga mereka mesti memikirkan edukasi pasar. Inilah yang kemudian menjadi latar belakang pembuatan semacam marketing road map BCA.

Karena BCA memang sudah biasa berkolaborasi dan bahkan dengan pesaing, maka ketika Indosiar mulai siaran, tentu bisa menjadi partner lain.

Yang menarik, berbeda dengan kolaborasi lain yang pernah dilakukan BCA sebelumnya, dimana BCA tampak terlihat agresif, maka dalam proses edukasi pasar yang akan dikerjasamakan dengan Indosiar, BCA mengikuti karakter siaran televisi ala Indosiar yang pengin memberikan informasi sedikit demi sedikit dan diulang-ulang. Tentu mesti dikemas dalam bentuk hiburan, agar menarik bagi penonton televisi.

Pada awalnya, ini tentu membuat khawatir orang-orang marketing BCA yang kena target membantu pencapaian ROI tingkat tertentu atas berbagai investasi besar-besaran yang dilakukan BCA.

Electronic delivery channel semacam ATM pada tahun 1990-an sudah punya fitur yang lumayan banyak. Kalau hanya sedikit yang bisa diajarkan dan harus berulang-ulang, bisa-bisa pemanfaatannya akan terbatas. Tentu ini akan membuat upaya pengembalian investasi akan butuh waktu lebih lama.

Akhirnya tim BCA dan tim Indosiar berupaya mencari jalan tengah. Tim BCA menetapkan prioritas fitur ATM yang mesti diajarkan dan diharapkan digunakan banyak orang. Berdasarkan arahan tersebut, tim Indosiar kemudian membuat usulan format acara market edutaintment.

Selain prioritas edukasi pasar, ada langkah strategis tim marketing yang dilakukan sebelum eksekusi kerja sama BCA dan Indosiar dilakukan. Apa itu? Branding Tahapan BCA.

Pada awalnya, Tahapan adalah program bersama BCA dengan sejumlah bank swasta nasional. Kebetulan bank-bank swasta tersebut punya size dan jaringan yang lebih kecil dibandingkan BCA. Itulah sebabnya, meski formatnya adalah kerja sama, maka yang akhirnya memperoleh benefit terbesar dalam aspek branding adalah BCA.

Itulah sebabnya ketika akhirnya program kerja sama BCA dan beberapa bank swasta melalui Tahapan berakhir, BCA tidak ingin investasi yang sudah dikeluarkan melalui kerja sama tersebut hilang begitu saja. BCA ingin mengkapitalisasi marketing investment yang sudah dilakukan dan kemudian mem-branding-kan Tahapan BCA dan me-rebranding program undian tabungan berhadiah menjadi Gebyar Tahapan BCA.

Branding tersebut menjadi langkah strategis penting karena menjadi bagian penting dalam proses eksekusi program kolaborasi BCA dan Indosiar. BCA pada akhirnya memutuskan agar branding Gebyar Tahapan BCA menjadi umbrella kolaborasi BCA dan Indosiar. Kedua belah pihak pun kemudian sepakat menetapkan nama program acara Gebyar Tahapan BCA.

Karena punya pemilik mayoritas yang sama akhirnya ada jalan keluar waktu siaran dan harus dilakukan secara live. Pertama mesti prime televise. Kedua di hari dengan penonton banyak.

Mulai tahun 1996, masyarakat Indonesia mulai tahu bukan hanya sebuah market edutainment tapi sebuah push and pull marketing yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Terstruktur karena acara bukan hanya hiburan yang variatif, tapi juga ada segmen edukasi untuk sejumlah fitur dari produk yang terkait dengan Tahapan BCA. Yang menarik, masih terkait dengan struktur acara adalah adanya proses interaksi dengan penonton yang menonton acara melalui rumah masing-masing dalam bentuk kuis yang sebetulnya terkait materi edukasi.

BCA yang menetapkan prioritas fitur yang akan dikenalkan melalui segmen edukasi dalam acara tersebut diterjemahkan Indosiar sebagai sebuah sistematika acara mingguan yang menarik dan akan ditunggu-tunggu.

Karena itu setelah mendapatkan daftar prioritas materi edukasi, tim Indosiar kemudian memecah-mecah dalam bentuk materi edukasi pendek yang mudah dipahami banyak penonton televisi dan diuji pengetahuan mereka dalam bentuk kuis interaktif. Pelan tapi pasti para penonton acara pun mulai belajar materi edukasi agar bisa menjawab kuis interaktif.

Untuk memastikan struktur acara yang sudah disusun memang layak muncul di waktu prime time pada Sabtu, Indosiar mesti memilih pembawa acara dan pengisi acara hiburan yang menarik.

Mereka yang dharapkan bisa menjadi crowd maker dan memastikan bahwa penetapan waktu prime time dan digelar pada Sabtu sebagai acara Gebyar Tahapan BCA memang mendukung upaya edukasi yang menjangkau sebanyak mungkin orang.

Karena dilakukan rutin setiap minggu dan kemudian menjadi salah satu acara populer Indosiar maka aspek massif juga terpenuhi.

Di mana push dan pull-nya? Di acara tersebut tentu BCA juga mengiklankan berbagai produk dan layanan baru sebagai bentuk push-nya.

Tapi karena ada materi edukasi dan upaya pengecekan pemahaman melalui kuis maka juga ada upaya pull-nya. Para penonton yang ingin menang kuis tentu bukan hanya sekadar mencoba menyerap materi edukasi, tapi juga berusaha mencoba feature yang diajarkan sebelumnya agar bisa menjawan dan berinteraksi ketika mendapatkan kesempatan tampil di kuis.

BCA pun membuka kesempatan anggota MarkPlus Strategic Forum hadir langsung di studio Indosiar dan terlibat sebagai penonton di studio dalam siaran secara live.

Program tersebut juga menjadi salah satu materi strategic marketing workshop BCA dan MarkPlus pada Maret 1997. Tahun 2001, ketika dilakukan dinar gathering Experiential Marketing oleh MarkPlus, siaran live  Gebyar Tahapan BCA disinkronikasikan dalam acara live Experiential Marketing dan bisa berjalan dengan mulus tanpa mengganggu kedua acara yang kebetulan sama-sama live.

Related

award
SPSAwArDS