The Harvest, sebagai pastry shop chain yang hadir di Indonesia selama 10 tahun ini menyadari begitu menjanjikannya bisnis food & beverages (F&B) di Indonesia. Untuk itu, The Harvest sebagai toko kue premium terus berupaya membangun mereknya agar tetap menjadi pilihan bagi konsumen. Seperti diketahui, toko kue yang menyasar kalangan menengah atas sudah mulai bermunculan, sehingga mereka harus berkompetisi untuk mengunggulkan merek mereka.
“Persaingan di industri ini memang ketat. Untuk itu, kami memiliki diferensiasi dari toko kue lain, yaitu kami tidak meniru toko kue lain. Kami harus memiliki produk unggulan sendiri, tidak copycat. Lalu, kami juga terus me-maintain media promosi dan memberikan beragam benefit ke pengunjung,” kata Frita P. Widiastanti Marketing Manager The Harvest saat ditemui saat konferensi pers “Make A Change” di Jakarta, Senin (19/1/2014).
Dalam melakukan promosi, The Harvest sangat ketat menyeleksi program promosi apa yang sesuai dengan target pasar yang selama ini digarap. The Harvest sejauh ini mendapat banyak penawaran kerjasama dengan bank untuk memberikan diskon. Namun, The Harvest menolak ajakan tersebut. “Kami strict untuk tidak memberikan diskon. Toko kue kami memiliki kualitas premiun dengan harga yang terjangkau mulai dari Rp 145 ribu dan tersedia kue ukuran kecil. Kami tidak mengedukasi konsumen untuk diskon karena dikhawatirkan mereka hanya membeli ketika diskon,” tambahnya.
Meski tidak menyelenggarakan diskon, strategi The Harvest lebih pada memberikan produk gratis bila konsumen membeli produk tertentu. Seperti promosi yang dilakukan saat pembukaan toko di Semarang. “Setiap pembelanjaan Rp 50.000 mendapatkan cup cake. Hal ini dilakukan agar mereka juga dapat merasakan kue kami yang lain,” tambahnya.
Saat ini, Harvest telah memiliki 21 outlet yang berlokasi di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Bali, dan Semarang. Dan, Harvest akan membuka outlet terbarunya di Medan pada Februari mendatang. “Di tahun 2015, kami berencana akan membuka lima outlet yang sebagiannya berada di kota-kota besar, seperti Makassar dan Manado,” tambahnya.
The Harvest berharap cabang baru tersebut dapat membantu penjualan ketika ada outlet lain yang penjualannya menurun. Frita menyebutkan ada salah satu outlet yang saat ini penjualannya tidak sebaik yang lain yaitu di The Harvest Kemang. Selama ini, The Harvest membuka outlet dengan konsep stand alone. Tipikal konsumen Te Harvest biasanya lebih menyukai take away, sehingga ini menjadi alasan outlet di Kemang sepi. Selain itu, konsumen juga lebih memilih toko kue yang tidak berada di dalam mal dalam hal kepraktisan.
Oleh karena itu, The Harvest menyiasatinya dengan mengadakan location based promotion dan mengubah strategi khusus di Kemang. Jadi, di Kemang lebih menyasar pelanggan yang ingin menikmati kue di outlet dengan menyediakan sitting area yang lebih luas. Konsep ini juga diaplikasikan untuk gerai di luar kota seperti Semarang. The Harvest Semarang menyediakan sitting area hingga 80 kursi.
Produk The Harvest tidak hanya bisa didapatkan langsung di toko The Harvest. The Harvest memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mendapatkan produknya dengan memesan memesan melalui online atau telepon. “Untuk penjualan, penjualan melalui website memberikan kontribusi sebesar 10% dari penjualan total. Sedangkan untuk delivery memberikan kontribusi sebesar 30% dari total penjualan,” pungkas Frita.