Terlepas dari ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi global dan dampak ekonomi yang terkait pandemi, pasar luar negeri tetap menjadi kunci utama pertumbuhan. Paling tidak, ini yang menjadi salah satu temuan dari studi kedua yang dilakukan oleh Standard Chartered tentang strategi dan tantangan pertumbuhan internasional yang dihadapi para CFO dan Treasurer di AS, Inggris, Jerman, dan Prancis.
Studi yang dilakukan enam bulan lalu ini juga mengungkapkan adanya perhatian yang lebih besar pada investasi dalam teknologi digital, penggunaan dana yang tertahan, dan meningkatkan fokus pada masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam kaitannya dengan perdagangan dan rantai pasokan. Para responden telah mengindikasikan peningkatan keyakinan dalam pertumbuhan lintas batas, yang mana 42% perusahaan (naik dari 37%) melihat peluang pertumbuhan terbaik ada di luar negeri.
Perusahaan Eropa dan AS menempatkan Indonesia sebagai negara Asia Tenggara ke-empat yang paling disukai dalam hal peluang membangun atau memperluas sumber daya, penjualan atau operasi mereka selama enam hingga dua belas bulan ke depan. Kendala regulasi menjadi perhatian nomor satu di antara responden yang ingin berekspansi ke Indonesia. Hal ini memberikan peluang bagi Indonesia untuk mempromosikan kemudahan investasi asing melalui peningkatan kesadaran akan kemudahan berusaha. Beberapa inisiatif utama yang telah diluncurkan Indonesia baru-baru ini terkait kemudahan investasi dan usaha, termasuk mengesahkan Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja, serta membentuk Otoritas Investasi Indonesia/INA sebagai institusi pengelola dana kekayaan negara (sovereign wealth fund).
Asia tetap menjadi kawasan pertumbuhan utama (dengan lebih dari 85% perusahaan beroperasi dan menerapkan kegiatan usaha di Asia, atau mempertimbangkannya untuk kegiatan bisnis). Afrika dan Timur Tengah juga mengalami peningkatan marjinal (naik 4%) sebagai pasar pertumbuhan potensial selama enam hingga dua belas bulan ke depan. Meskipun berambisi untuk berkembang secara internasional, para perusahaan yang ingin memperluas atau memperkuat operasi internasional mereka memahami bahwa persyaratan peraturan di luar negeri tetap menjadi kendala terbesar (35%). Kendala lainnya adalah kebutuhan untuk membangun hubungan dengan pemasok dan menyesuaikan logistik rantai pasokan (21%).
Selagi perusahaan melihat ke depan ke dalam situasi pascapandemi, prioritas mereka mengalami pergeseran, yakni adanya penurunan prioritas pada hal-hal terkait kegagalan rantai pasokan (turun 2% menjadi 50%) serta kebutuhan likuiditas (turun 2% menjadi 47%), dan kenaikan prioritas terkait peningkatan investasi dalam digitalisasi untuk memobilisasi likuiditas (naik 4% hingga 66%), dan isu ESG (naik 5% hingga 23%).
“Bisnis mulai memberikan perhatian yang lebih besar pada pertumbuhan di luar negeri dan berinvestasi untuk masa depan. Keberlanjutan, digitalisasi, dan kebutuhan untuk memahami regulasi bukan hanya kunci bagaimana bisnis akan dijalankan, tetapi juga merupakan peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional, tumbuh secara internasional, dan menjadi yang terdepan dalam persaingan,” kata Torry Berntsen, CEO of Europe and Americas, Standard Chartered.