Sentilan Presiden Joko Widodo terhadap pemain e-Commerce yang dianggap mematikan bisnis UKM lokal terjawab sudah. Beberapa e-Commerce memang membuka akses bagi produk global untuk masuk ke Indonesia, namun tak sedikit e-Commerce yang membukakan jalan agar produk dalam negeri bisa melenggang di pasar global. Permasalahannya, masih ada segudang ‘PR’ yang harus dibenahi agar UKM Indonesia layak bersaing di pasar global.
Memboyong pemain Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk bersaing di pasar global nyatanya tak semudah membukakan akses untuk berjualan melalui platform e-Commerce. Faktanya, ada segudang persoalan political-legal dan social-culture yang harus dipersiapkan. Setiap negara memiliki aturan dan standar tersendiri, pun demikian pendekatan yang dilakukan untuk membuat produk tersebut bisa diterima di pasar global. Apalagi, ketika UKM lokal melenggang di pasar global, mereka harus siap untuk bersaing dengan begitu banyak pelaku bisnis dari seluruh dunia.
Mungkin Anda masih teringat dengan sentilan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terhadap sejumlah pemain e-Commerce yang dinilai mematikan UKM dalam negeri lantaran membukakan akses bagi produk asing untuk masuk ke Indonesia. Tak jarang, produk tersebut dijual dengan harga yang begitu murah sehingga mampu berkompetisi di pasar Indonesia.
Beberapa pelaku e-Commerce, terutama pemain yang memiliki jaringan global memang menyediakan fitur berbelanja dari luar negeri. Lazada misalanya, memiliki LazGlobal atau Shopee dengan fitur ‘belanja barang luar negeri’. Namun ternyata, demand konsumen Indonesia dalam membeli produk lokal diakui para pemain e-Commerce tak sebesar demand terhadap produk dalam negeri.
Menurut Haikal B. Anggoro, SVP of Seller Engagement & Traffic Operations Lazada Indonesia, berbagai survei menunjukkan jika pertimbangan utama konsumen Indonesia dalam membeli produk adalah harga barang dan ongkir. Sementara, pertimbangan apakah produk tersebut merupakan produk lokal atau tidak masih berada di daftar terbawah.
“Sejauh ini, demand terhadap local marketplace masih jauh lebih besar. Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Januari 2020 telah menetapkan bea masuk untuk barang dari luar negeri di atas US$3 yang membuat harga beli secara total menjadi lebih mahal. Belum lagi konsumen harus memikirkan risk, apakah produk tersebut sampai dengan baik atau harus return. Rata-rata konsumen Indonesia juga tidak bersedia menunggu selama 14 hari hingga barang mereka tiba,” jelas Haikal.
Ketika konsumen Indonesia memutuskan untuk membeli produk dari luar, Haikal memastikan hal itu lantaran produk yang dijual tidak dapat ditemukan di Indonesia. Wajar saja karena produk-produk yang dibeli konsumen di negara manapun dari luar negeri adalah produk yang tergolong niche.
Kehadiran LazGlobal tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen Indonesia terhadap produk yang belum dapat dipenuhi oleh penjual lokal. LazGlobal juga ditujukan untuk membantu UKM Indonesia dalam melihat peluang apa saja yang ada di pasar global dan mungkin bisa mereka ambil. Ketika para pelaku UKM aware terhadap produk apa yang dicari konsumen Indonesia dari luar negeri, maka diharapkan UKM lokal bisa memproduksi sendiri produk tersebut untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Lazada memiliki Seller Center, aplikasi untuk membantu para penjual mereka dalam meningkatkan pertumbuhan bisnis. Di dalam dashboard ini terdapat menu Growth Center yang dapat membantu pelaku bsinis untuk meningkatkan penjualan mereka. Lazada memotret customer journey dari para konsumen dan memberikan insight tersebut kepada para penjual. Lazada memaparkan secara detail mengenai kata kunci apa yang biasa digunakan konsumen untuk mencari produk yang berkaitan dengan apa yang dijual oleh penjual tersebut, produk seperti apa yang diklik, dan masih banyak lagi.
Sayangnya, mayoritas penjual hanya sekadar mampir untuk melihat omzet mereka. Para penjual sebatas melihat berapa jumlah pesanan yang masuk, dan tidak menggali insight-insight tersebut.
“Pelaku UKM Indonesia masih terlalu fokus pada administratif, pekerjaan operasional yang memakan banyak waktu, namun tidak value added. Literasi data masih menjadi ‘PR’ utama bagi UMKM Indonesia,” ujar Haikal.
Namun tidak hanya itu, PR lain bagi pelaku UKM lokal untuk bersaing di pasar global adalah menjadi produsen pertama. Saat ini, para pelaku bisnis di e-Commerce masih tergolong ke dalam palugada. Hari ini mereka mungkin menjual produk busana muslim, namun ketika esok permintaan terhadap obeng naik daun, mereka juga ikut-ikutan menjual obeng. Kebanyakan pemain bisnis di e-Commerce masih menjadi tangan kedua dan ketiga, atau re-seller. Mereka belum bisa memproduksi sendiri.
Padahal, ketika UMKM lokal ingin bersaing di pasar global, mereka harus mengisi celah pasar di negara tersebut melalui produk yang niche. Tentu, produk tersebut hanya akan bisa bersaing jika UKM lokal menjadi produser. Alhasil, mereka memiliki kapabilitas untuk memproduksi, membuat cost menjadi lebih efisien, dan memiliki kontrol penuh terhadap produk tersebut agar bisa dimainkan untuk bisa bersaing di pasar global.
Membuka Akses ke Pasar Global
Indonesia memiliki potensi pasar yang begitu besar bagi pelaku UKM lokal. Tak heran, jika banyak pemain yang merasa lebih baik fokus menguasai pasar dalam negeri dulu, dibandingkan harus bermain di luar negeri. Namun, lain cerita jika pasar yang ingin disasar adalah Tiongkok.
Tiongkok dengan jumlah populasi terbesar di dunia merupakan pasar yang amat menarik bagi pelaku bisnis. Apalagi, hasil riset Deloitte bertajuk China’s Imported Goods Market Research pada 2019 menunjukkan, nilai konsumsi produk impor di Tiongkok mengalami pertumbuhan tahunan mencapai 76%. Tren ini membuka peluang bagi brand asing untuk merintis bisnis melalui jalur online.
Melihat tantangan ini, Lazada bekerja sama dengan Tmall Global meluncurkan inisiatif ‘Sell to China’. Pilihan merchant terbaik di LazMall akan didaftarkan ke dalam platform Tmall Global sehingga mereka dapat langsung berjualan ke konsumen Tiongkok.
Tmall Global yang memposisikan diri sebagai platform bagi para pebisnis global dan konsumen Tiongkok menawarkan berbagai solusi operasional. Hal ini bertujuan untuk membantu merchant luar negeri dalam menemukan model bisnis yang tepat untuk memikat konsumen Tiongkok.
Tmall Global menyediakan solusi Tmall Overseas Warehouses atau Tmall Overseas Fulfillment (TOF) yang dirancang untuk memenuhi permintaan konsumen secara langsung. “Solusi ini dapat dicoba oleh para pebisnis global yang ingin mencoba potensi produk mereka di pasar Tiongkok. Selain itu, Tmall Global juga menyediakan akses ke berbagai sumber content marketing bagi para penjual. Hal ini untuk membantu mereka menghadirkan proposisi nilai yang lebih kuat,” jelas Maggie Liu, General Manager Tmall Global.
Sumber-sumber ini menghadirkan sejumlah peluang kolaborasi dengan influencer ataupun vendor video pendek dan livestreaming yang dapat membantu para penjual berinteraksi dengan audiens Tiongkok, sekaligus menghadirkan brand value yang lebih tinggi. Para merchant baru juga dapat menikmati layanan penyimpanan dan pengiriman first mile, asuransi menyeluruh, serta sistem pembiayaan rantai pasokan.
Namun, kesempatan untuk menjual produk melalui Tmall Global tidak semudah itu. Lazada dan Tmall Global sangat selektif dalam memilih merchant atau brand yang akan dibawa ke Tiongkok.
“Kami sebagai pemain e-Commerce ingin memastikan jika brand yang kami jual ke sana benar-benar memiliki peluang besar untuk laku karena cost untuk berjualan di sana juga banyak. Kita juga tahu jika Tiongkok merupakan target semua negara, dan ada banyak global brand sehingga sulit untuk berkompetisi di pasar Tiongkok, bahkan untuk mendapatkan eksposur pun tidak mudah. Jangan sampai kita sudah effort tenaga dan uang, namun tidak mendapatkan return yang baik,” jelas Haikal.
Pelaku e-Commerce lain yang juga membukakan pintu bagi UKM lokal ke pasar global adalah Bukalapak. Pada 2019, Bukalapak menggandeng Kementerian Perdagangan dan pelaku e-Commerce luar negeri untuk menghadirkan fitur BukaGlobal. Melalui fitur ini, UKM lokal berkesempatan untuk memasarkan produk mereka ke Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, dan Hong Kong.
“BukaGlobal merupakan wadah yang kami sediakan untuk menjembatani pelaku UKM Indonesia ke pasar global. Dalam praktiknya, kami melakukan kurasi atau kontrol kualitas produk yang diproduksi UKM. Hal ini bertujuan untuk memotivasi UKM agar dapat menyediakan produk yang lebih baik,” tutur VP of Corporate Affairs Bukalapak Siti Sufintri Rahayu.
Meski telah berjalan selama hampir dua tahun, BukaGlobal masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti kebijakan perdagangan internasional dan biaya pengiriman.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Bukalapak bekerjasama dengan e-commerce di luar negeri sehingga dapat memudahkan dan menekan biaya pengiriman dari dan ke luar negeri. “Kami juga berusaha menciptakan akses untuk ekosistem perdagangan global yang mudah dan murah bagi UKM dengan manajemen stik dan solusi pemasaran yang disediakan oleh tim kami,” jelas Siti.
Sementara pelaku e-Commerce yang bermain di pasar Asia Tenggara dan Taiwan, Shopee memilih untuk mengambil peran dalam mengedukasi dan meningkatkan kompetensi UKM lokal.
Shopee menghadirkan program Bimbel Shopee, Kampus Shopee, hingga Pelatihan Program Ekspor Shopee. Shopee memberikan edukasi dan pendampingan secara bertahap bagi UKM untuk dapat melakukan ekspor ke luar negeri, terutama ke negara-negara yang menjadi wilayah operasional Shopee.
“Kami melihat, UKM Indonesia sudah sangat bersaing di pasar global. Hal ini terbukti dengan program ekspor kami yang telah berjalan dengan sangat baik. Permasalahan UKM yang kami temukan lebih ke arah literasi dalam teknologi, sehingga tugas utama kami adalah melakukan upaya dari berbagai sektor,” kata Communications Lead Shopee Vishnu Mahmud.
Sektor-sektor yang dimaksud Vishnu adalah edukasi, operasional, dan permodalan. Dari segi edukasi, Shopee berusaha melakukan pelatihan untuk mengasah kompetensi dan pengetahuan. Untuk masalah operasional, Shopee memegang peran untuk mengintervensi dan menyederhanakan proses pemasaran global. Shopee memberikan dukungan teknis, seperti membukakan toko, menerjemahkan bahasa, listing produk, pengiriman ke luar negeri, hingga membantu perizinan ekspor produk.
“Proses hulu ke hilir yang kami berikan memudahkan para pedagang lokal sehingga tidak ada perbedaan yang mereka rasakan dalam memenuhi pesanan lokal dan global, serta dalam penanganan sorting dan logistik yang sepenuhnya dilakukan oleh Shopee,” ungkap Vishnu.
Sedangkan dari segi permodalan, Shopee berupaya membantu para pelaku UKM untuk dapat bertahan dengan bantuan permodalan sebagai stimulus ekonomi. Dalam hal ini, Shopee bekerja sama dengan mitra perbankan dan Pemerintah. Melalui berbagai upaya tersebut, Shopee berharap dapat membantu UKM untuk terus meningkatkan potensi dan daya saing di pasar global.