Dampak dari teknologi berpengaruh pada industri penyiaran. Terlebih saat ini muncul yang disebut dengan media baru, seperti media OTT (Over the top) yang sekarang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan penyiaran untuk menambah pendapatan.
Perkembangan teknologi di industri penyiaran yang masuk ke ranah digital berpengaruhi sangat besar pada media Free to Air (FTA) atau televisi yang ditangkap secara bebas. Dampak terjadi terutama dari sisi jumlah penonton dan pendapatan dari iklan.
“Memang, selama pandemi jumlah penonton televisi mengalami peningkatan karena banyak orang yang berada di rumah. Tapi tidak dari sisi pendapatan periklanan karena iklan lebih banyak yang beralih ke media baru atau OTT,” jelas Syafril Nasution, Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dalam Industry Roundtable, Jumat (06/11/2020).
Syafril menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir terjadi peralihan penonton dari televisi atau media konvensial ke media baru. Menurut data dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet (APJII), pada tahun 2017 pengguna jasa internet itu hanya 143,26 juta pengguna (34,68% dari total penduduk sebesar 262 juta).
Dalam satu tahun ke depan, pada tahun 2018 meningkat 171,17 juta pengguna (68,8% dari total penduduk sebesar 264 juta) atau mengalami peningkatan hampir 50%. Serta, konten yang paling banyak diakses pada OTT adalah audio visual (film, news, video on demand/streaming). Sekitar 45,3% orang menggunakan internet untuk melihat konten audio visual.
“Ada juga data yang menunjukkan, pada tahun 2016 rata-rata orang menonton televisi adalah 4 jam 54 menit dan menggunakan internet 2 jam 26 menit. Tapi, pada tahun 2019, yang menonton televisi meningkatnya hanya 5 menit menjadi 4 jam 59 menit. Sedangkan untuk penggunaan internet meningkat hingga 3 jam 20 menit. Artinya, ada peralihan penonton dari televisi ke internet,” jelas Syafril.
Meski demikian, berdasarkan data bertajuk Periklanan Indonesia dalam Media, televisi masih menguasai pangsa pasar periklanan. Dari tahun 2015 televisi memakan 66,2% dan pada tahun 2020 turun menjadi 62,5%. Sementara itu, pangsa pasar iklan di media online mengalami kenaikan dari tahun 2015 yang hanya 9,1% pada tahun 2020 menjadi 19,2%.
“Angka tersebut akan terus berkembang karena adanya peralihan penonton dari televisi ke layanan OTT atau internet. Terutama saat mencari konten berita. Masyarakat lebih memilih untuk mengaksesnya melalui internet karena cepat dibanding dengan media konvensional,” ujar Syafril
Strategi Industri Penyiaran
Melihat tantangan tersebut, industri penyiaran pun melakukan berbagai strategi agar tetap bertahan. Syafril mengatakan terdapat tiga strategi yang dilakukan oleh perusahaan penyiaran. Pertama, penguatan konten atau menghadirkan konten yang baik dan diminati oleh masyarakat.
“Tetapi, di sisi lain, untuk menguatkan konten ini tidak gampang. Tantangan yang dihadapi adalah harus adanya suatu kemampuan finansial yang kuat untuk menyajikan konten yang baik,” imbuhnya.
Kedua, monetisasi dari konten FTA kepada berbagai platform online, salah satunya melalui platform OTT. Terakhir, NTC atau Non Time Consuming (NTC) advertising atau iklan yang masuk dalam program.
“Jadi, tontonan tetap, tapi layar kacanya atau frame dari program agak mengecil. Sisi kiri, kanan, atau bawah layar kaca dapat diisi dengan iklan. Sehingga, durasi program tidak akan terganggu dengan iklan, tapi iklan bisa bertambah,” jelas Syafril.
Editor: Ramadhan Triwijanarko