Sulit Bayar Gaji, Apindo Desak Pemerintah Terapkan PP 36 Tahun 2021
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk konsisten dalam mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Hal ini untuk menjaga kelanjutan bisnis, khususnya sektor padat karya lantaran kondisi perekonomian yang makin memburuk.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Apindo mengatakan penerapan PP Nomor 36 Tahun 2021 dapat mengendalikan lonjakan kenaikan upah buruh yang sangat besar. Dalam kondisi ekonomi sulit, pengusaha merasa cukup keberatan dengan kenaikan upah yang terjadi setiap tahunnya.
BACA JUGA: BI Naikan Suku Bunga, Pengusaha Ungkap Dampaknya untuk Ekonomi
“Adanya rencana penetapan formulasi baru dalam penghitungan kenaikan upah minimum provinsi atau kabupaten (UMP/UMK) 2023 berarti pemerintah menganulir upaya bersama yang dimotori pemerintah sendiri dalam penyusunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah dilakukan dengan suatu upaya luar biasa. Jika hal itu dilakukan maka sektor padat karya serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) dan pencari kerja akan dirugikan,” kata Hariyadi, dalam Kamis (17/11/2022).
Menurutnya, sektor padat karya seperti tekstil, garment, dan alas kaki akan kembali mengalami kesulitan untuk memenuhi compliance atau kepatuhan atas ketentuan legal formal karena tidak memiliki kemampuan untuk membayar. Demikian juga halnya dengan para pelaku usaha UKM yang akan memaksanya menjalankan usaha secara informal sehingga tidak mendapatkan dukungan program-program pemerintah dan akses pasar yang terbatas.
BACA JUGA: Penerapan Open Finance Masih Terkendala Sejumlah Masalah
Sementara itu, pencari kerja akan sulit mencari kerja dan makin lama waktu tunggu untuk mendapatkan pekerjaan formal yang layak mengingat sedikitnya penciptaan lapangan kerja akibat sistem pengupahan yang tidak kompetitif. Hariyadi menyebut pemerintah mesti mempertimbangkan kebutuhan penciptaan lapangan kerja yang makin berat dalam tujuh tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), setiap investasi Rp 1 triliun hanya mampu menyerap satu per tiga dari jumlah tenaga kerja yang tercipta dibandingkan tujuh tahun sebelumnya.
“Juga perlu memperhatikan fakta bahwa 96 juta masyarakat dibiayai Iuran BPJS Kesehatannya oleh pemerintah pusat dan 35 juta dibiayai oleh pemerintah daerah karena masuk dalam kategori tidak mampu akibat tidak memiliki pekerjaan yang layak,” ujarnya.
Agar Indonesia dapat lebih kompetitif untuk penciptaan lapangan kerja, Hariyadi mendesak dalam penetapan UMP/UMK 2023 pemerintah sepenuhnya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan perubahannya Undang Undang (UU) Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dalam penetapan UMP/UMK, yaitu dengan mengikuti formula, variabel dan sumber data pemerintah.
“Jika ketentuan dalam PP 36/2021 tentang Pengupahan tersebut diabaikan, akan semakin menekan aktivitas dunia usaha bersamaan dengan kelesuan ekonomi global pada tahun 2023,” ucapnya.
Editor: Ranto Rajagukguk