Awareness produk investasi, seperti saham, obligasi, bahkan reksa dana masih terbilang rendah di Indonesia. Saat ini, instrumen investasi seperti tabungan, deposito, properti masih menjadi pilihan masyarakat Indonesia.
Reksa dana sendiri memiliki berbagai portofolio. Sebut saja reksa dana saham, obligasi, pasar uang, hingga Exchange Traded-Fund (ETF).
“Popularitas ETF masih kalah jauh. Hingga saat ini, total asset under management (AUM) atau dana kelolaan reksa dana ETF hanya Rp 6,7 triliun,” kata Moleonoto The, President Director & Chief Executive Officer PT Indo Premier Securities. Padahal mengutip dana Infovesta hingga akhir 2017 lalu, total AUM reksa dana mencapai Rp 440 triliun. Artinya, porsi ETF hanya 1,3%.
Lantas apa yang dimaksud ETF? Sederhananya, ETF adalah reksa dana yang mengalokasikan portofolionya berbasiskan indeks acuan. Sebut saja IDX 30, yang berisikan 30 saham unggulan. Artinya, naik turun ETF itu dihitung berdasarkan fluktuasi dari ke-30 saham itu.
Salah satu keunggulan ETF adalah management fee yang lebih murah. Jika biasanya management reksa dana biasa berkisar 2%, ETF hanyalah 1% per tahun. Selain itu, ETF bisa dicairkan kapan saja karena diperdagangkan di pasar primer dan sekunder bursa saham. Lain halnya dengan reksa dana yang membutuhkan waktu 2-3 hari dalam mencairkan.
Saat ini, ada 16 ETF yang mejeng di Bursa Efek Indonesia. Ada berbagai indeks acuan yang digunakan, sebut saja LQ45, Indeks Sri Kehati, saham-saham di sektor consumer, infrastructure, BUMN, dan lainnya. Para manajer investasi yang sudah melahirkan produk ini, antara lain Indo Premier Investment Management, Bahana TCW Asset Management, Pinnacle Asset Management, hingga Batavia Prosperindo Asset Management.
Sayangnya, pasar ETF di bursa tidak terlalu likuid jika dibandingkan saham. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya awareness produk ini. “Sebagian besar investor adalah institusi. Dari 300 investor institusi yang ada, sekitar 100 investor sudah mengenal ETF,” kata Moleonoto.
Ada beberapa hal yang membuat ETF sepi peminat. Salah satunya adalah distribusi yang tidak luas. “Reksa dana banyak dibeli di bank. Sedangkan ETF tidak. Distribusi ini yang membuat ETF kurang dikenal,” kata Moleonoto. Padahal seperti kita ketahui, place adalah salah satu elemen penting dalam marketing mix, selain price, product, dan promotion.
Padahal di negara luar, ETF termasuk reksa dana yang menjadi primadona. Di Inggris misalnya, terdapat 2.500 reksa dana ETF. Sedangkan di AS dan Korea Selatan, terdapat masing-masing 1.400 dan 246 reksa dana ETF. Coba bandingkan dengan Indonesia yang hanya memiliki 16 ETF, itupun terbilang sepi peminat.
“Hal lain yang membuat ETF sepi peminat karena karakter investor ritel di Indonesia masih spekulasi. Padahal ETF yang mengacu pada indeks itu bersifat investasi,” kata Moleonoto.